Cerita Pengusaha Tas Kulit Bangkit dan Bantu Korban-korban PHK di Masa Pandemi

5 Desember 2020 15:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Local brand bag Hody. Foto: Instagram/@hody.id
zoom-in-whitePerbesar
Local brand bag Hody. Foto: Instagram/@hody.id
ADVERTISEMENT
Berawal dari mencoba bisnis baru, Mira Nur Gandaniati kini berhasil menghidupi ribuan orang di tengah pandemi. Ia juga sukses menghidupkan 6 pabrik milik orang lain yang berhenti beroperasi selama pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Mira pun tak mengelak jika omzet dari bisnis tas kulit sintetis miliknya kini mampu meraup omzet hingga miliaran rupiah setiap bulan. Lalu, bagaimana awal mula Mira menjalani bisnis baru yang sukses ini?
Mari mundur ke belakang sejenak, sekitar tahun 2016 Mira memulai usaha pertamanya yaitu produksi tas kulit sapi. Awal mula memulai bisnis tas kulit ini karena ia dan suaminya bekas pemasok sepatu kulit di daerah Bandung. Melalui jaringan pemasok sepatu, Mira melanjutkan bisnis tas kulit sapi.
“Kita memilih tas karena memang tas ini lebih simpel dari sepatu. Kalau sepatu kecil, kekecilan. Kalau besar-besar, kebesaran,” ungkapnya kepada kumparan, Sabtu (5/12).
Bisnis pertamanya cukup cemerlang dalam beberapa tahun, hingga pada akhirnya pandemi tiba. “Pas akhir isu-isu corona memang Zola Leather (brand tas kulitnya) ini ada evaluasi harian. Penjualan menurun 50 persen, target enggak achieve 2019,” tambahnya.
Local brand bag Hody. Foto: Instagram/@hody.id
Mira harus memutar otak dalam melihat peluang pada saat pandemi. Ia mencoba beberapa kali mengubah bahan produk, dari yang awalnya menggunakan kulit sapi asli, hingga kolaborasi kulit asli dengan kulit sintetis.
ADVERTISEMENT
Ia memutuskan untuk mengubah bahan baku produk karena daya beli masyarakat menurun. Produk tas kulit asli melalui Zola Leather dibanderol Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta per buah.
Setelah ia mengubah bahan baku, produk-produknya kini dijual dari Rp 95 ribu - Rp 250 ribu per buah. “Kita diversifikasi produk melalui second brand hody.id. Kita bikin produk baru kita benar benar pakai non-kulit atau sintetis di harga Rp 250 ribu ke bawah, market middle low ini malah bagus diterima,” jelasnya.
Setelah itu pemesanan produk tasnya semakin tumbuh. Ia pun akhirnya menerima banyak reseller dari berbagai macam latar belakang. Menariknya, sebagian resellernya merupakan korban PHK.
Dalam sehari ratusan ribu tasnya laku keras. Ia pun memutuskan untuk memperbesar kapasitas produksi. Kebetulan ia pernah diajak oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mengunjungi salah satu pabrik.
ADVERTISEMENT
“Ke sana pas pandemi, mereka enggak ada order, brand ekspor saya berani ke sana modal nekat,” cetusnya.
Local brand bag Hody. Foto: Instagram/@hody.id
Mira mengaku setiap pabrik yang ia kunjungi rata-rata tidak memiliki pesanan. Kebetulan, pabrik-pabrik tersebut bekas produksi produk-produk ekspor. Namun karena pandemi, pesanan kosong.
“Awalnya satu pabrik, secara bertahap sekarang ada 6 pabrik. Total ada 7 pabrik dengan 1 home industri. Tidak ada kerjaan mereka, kosong,” sambungnya.
Hingga kini, Mira berhasil meraup omzet miliaran per bulan. Mira berharap usahanya mampu lebih banyak memberikan manfaat kepada banyak orang.
“Kami kerja sama dengan emak-emak online di seluruh indonesia,” tutupnya.