Cerita Petani Kopi Lintong Nihuta yang Merambah Pasar AS

30 September 2018 19:56 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani Kopi Lintong Nihuta Sumatera Utara di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di PIK Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani Kopi Lintong Nihuta Sumatera Utara di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di PIK Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pada 1750 silam, perusahaan dagang Belanda (VOC) membawa varian biji kopi arabika ke Sumatera. Tak selang berapa lama, pada sekitar tahun 1800-an di Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, mulai ditanam oleh masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Siapa sangka, kopi yang banyak dikenal sebagai Lintong Nihuta itu kini menjadi andalan bagi petani setempat untuk merambah pasar internasional. Bahkan di mancanegara, kopi itu secara khas dinamai sebagai Sumatera Blue Lintong, Sumatera Lintong Mandheling, Blue Batak, hingga Sumatera Bean Coffe.
Ialah Natanael Hutasoit, salah seorang petani di Sumut yang mulai menggeliatkan penjualan kopi Lintong Nihuta sampai ke Amerika Serikat (AS) yang bernilai miliaran rupiah dalam sekali periode panen. Untuk diketahui, satu tahun ada dua kali periode panen.
"Dalam kurun waktu enam bulan beberapa waktu lalu, ada eksportir yang tertarik green bean ini dan membawa pameran ke AS. Ada sekitar 21 ton yang bernilai sekitar Rp 70.000 per kilogram jadi ya sekitar Rp 1,47 miliar ada," ungkap Nataneal ketika ditemui kumparan di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di Pantai Indah Kapuk Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9).
ADVERTISEMENT
Petani Kopi Lintong Nihuta Sumatera Utara di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di PIK Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani Kopi Lintong Nihuta Sumatera Utara di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di PIK Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Mandiri Jakarta Coffe Week 2018 merupakan rangkaian parade kopi Bank Mandiri bertaraf nasional yang diselenggarakan tahunan sejak 2015 yang menghadirkan tanent kopi dari berbagai daerah di Indonesia, yang diwakili petani atau UMKM yang tengah bertumbuh. Sebelumnya, JCW 2018 sudah dilaksanakan di Pontianak, Surabaya, dan Medan. Selama periode tersebut, acara ini telah menghadirkan lebih dari 25.000 para penggemar kopi.
Natanael mengaku banyak dari peracik kopi di AS yang menyukai kopi Lintong Nihuta yang ditanamnya di tanah Sumatera itu. "Roasting kopi di AS suka, rasanya katanya," imbuhnya.
Tak hanya di AS, Natanael juga mengatakan beberapa negara juga mulai tertarik. Di antaranya, China, Australia, dan Swiss.
"China kemarin 10 ton harganya pas lagi Rp 89 ribu per kg, Australia sebanyak 7 ton harganya Rp 80 ribu per kg, dan Swiss sebanyak 10 ton harganya Rp 65 ribu per kg," terangnya.
ADVERTISEMENT
Natanael tak sendiri dalam memasok kebutuhan ekspor itu. Ia bersama ratusan petani yang memiliki lahan lebih dari 20 ha menanam kopi itu.
"Saya selain petani kebetulan juga pengepul dari sekitar 200 petani di wilayah itu. Ada sekitar 7 pengepul lainnya seperti saya di sana," ucap Natanael.
Petani Kopi Lintong Nihuta Sumatera Utara di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di PIK Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani Kopi Lintong Nihuta Sumatera Utara di Mandiri Jakarta Coffe Week 2018, di PIK Boulevard, Jakarta Utara, Jumat (28/9). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Memang tak ada keberhasilan yang mudah, begitu kata Natanael. Ia bercerita jika masih banyak kendala yang ia hadapi untuk bisa memasarkan kopi hingga ke luar negeri. Utamanya soal akses.
"Kami masih bergantung pada eksportir yang menghubungkan ke negara-negara luar. Jadi, kemarin memang kebetulan dapat eksportir yang membawa kopi kita pameran ke AS," katanya.
Ia lantas menceritakan singkat awal perkenalan tak sengajanya dengan eksportir yang menjadi mitranya kini.
ADVERTISEMENT
"Awal kenal eksportir, saya waktu itu dikasih daftar 200 eksportir yang ada di Indonesia, yaudah saya email saja, sejauh ini masih manual seperti itu," imbuhnya.
Sebaliknya, menurutnya pasar lokal justru masih lebih berat bagi Natanael dan para petani Lintong Nihuta.
"Kami semuanya masih sendiri, makanya mengenalkan ke pasar lokal yang dengan adanya pameran kopi semacam ini. Kami baru memulai," pungkasnya.