Cerita Sri Mulyani Dapatkan Vaksin COVID-19: Koneksi Bank Dunia-Melinda Gates

28 Desember 2021 11:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada acara serah terima aset eks BLBI. Foto: Dok. Kemenkeu
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada acara serah terima aset eks BLBI. Foto: Dok. Kemenkeu
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan untuk mendapatkan vaksin di awal pandemi, berbagai menteri melakukan diplomasi. Ini dilakukan melalui banyak pintu, mulai dari WHO hingga World Bank.
ADVERTISEMENT
Adapun di awal pandemi COVID-19 banyak negara berebut vaksin yang masih terbatas. Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil mendapat vaksin cukup banyak untuk disuntik ke rakyatnya.
"Saya bertiga Bu Retno, saya, Erick, kita bertiga ngobrol makan bersama, yuk gimana kita bisa melakukan diplomasi. Bu Retno masuk melalui WHO. Kalau UN itu Kemenlu yang kuat di sana, jadi Bu Retno established leadership di sana," ujar Sri Mulyani dalam Talkshow Pahlawan Vaksin Tempo, Selasa (28/12).
Dia melanjutkan, dari sisi pembiayaan vaksin juga diperoleh salah satunya melalui koneksi Bank Dunia. Sri Mulyani sendiri merupakan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.
"Saya dari sisi funding international di sana saya network-nya kuat di sana. Jadi kita menggunakan World Bank, EDB, dan melalui koneksi dari berbagai trust fund dunia," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang melancarkan jalan Indonesia untuk mendapatkan vaksin saat itu juga karena reputasi Indonesia yang baik. Reputasi itu salah satunya dari Bio Farma yang berkontribusi dalam vaksin polio yang dipakai oleh UNICEF.
"Jadi Indonesia dianggap memiliki kapasitas. Maka kami, saya pak Erick dan bu Retno, pak Budi waktu itu masih jadi wamen, kita membuat diplomasi untuk bisa memposisikan Indonesia is not only just recipient, tapi kita juga sebagai produsen," kata dia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga melakukan kontribusi dari segi pendanaan. Sehingga ketika vaksin ditemukan, maka Indonesia harus memiliki akses vaksin.
"Kedua kita akan contribute dari sisi funding-nya, tapi tujuannya untuk juga bersama seluruh dunia siapa saja yang nemui vaksin dia harus kontribusi bersama. Waktu itu masih sangat tidak pasti, mereka masih uji klinis 1, 2, 3, itu yang merupakan kolaborasi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Itu baru satu keberhasilan meng-establsihed Indonesia itu penting, Indonesia ikut dalam menjaga ketertiban dunia, jadi kita berkontribusi kolaborasi, tapi kita minta guarantee akses vaksin dan memang Indonesia diberikan priority," tambahnya.
Di awal pengujian vaksin, Indonesia juga berani untuk memberi kepastian pembelian vaksin. Padahal saat itu vaksin masih tahap uji coba dan belum ada kepastian.
"Jadi ketika Pak Presiden mengatakan oke kita tau kita akan beli vaksin yang barangnya belum ada, dalam penggunaan anggaran ini bisa menjadi sesuatu yang sangat mencelakai orang yang membuat keputusan. Maka kita buat peraturan presiden, waktu itu kita buat berbagai klausul untuk bisa mewadahi kita dealing with something yang belum jadi," jelasnya.
Selain itu, bukan hanya mendapat vaksin untuk Indonesia, tapi juga berhasil memberi porsi vaksin ke negara lain, utamanya negara miskin melalui Covax. Indonesia juga menjadi negara yang menerima bantuan vaksin melalui Covax.
ADVERTISEMENT
"Pandemi ini enggak mungkin bisa dikapling-kapling, maka waktu itu pemikirannya pandemi akan bisa terselesaikan apabila the weakest part atau yang paling lemah dari seluruh chain pandemi ini itu juga harus di-address, itu terutama negara miskin," ujarnya.
Mekanisme bantuan vaksin COVID-19 melalui Covax ini ada andil Sri Mulyani dan Melinda Gates melalui Gates Foundation. Sri Mulyani menyebut dirinya dan Melinda memang sudah kenal lama dan pernah ikut menangani ebola di Afrika. Ini juga menjadi acuan dalam mekanisme bantuan vaksin COVID-19.
"Melinda Gates dari Gates Foundation sebenarnya selama ini kalau kita bicara soal Covax, covid dari vaksin waktu itu sudah mulai memikirkan dari awal upaya bersama secara global untuk membantu terutama negara miskin yang bakalan memiliki concern duit, concern fasilitas kesehatan, concern memiliki kemampuan untuk tidak hanya dapat vaksinnya, tapi vaksinasinya karena semua vaksin membutuhkan cold storage," ceritanya.
ADVERTISEMENT
"Saya dengan melinda sudah kenal cukup lama waktu di World Bank. Waktu kita menangani Ebola dulu itu juga persoalannya sama. Ebola terutama karena Afrika waktu itu punya kapasitas yang sangat rendah untuk bisa menanganinya. Jadi waktu itu kita memobilisasi funding," lanjutnya.