Chatib Basri Bicara Dampak Konflik Timur Tengah: Defisit APBN Bisa Rp 300 T

14 Mei 2024 13:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chatib Basri Foto: bekraf.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Chatib Basri Foto: bekraf.go.id
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri, membeberkan dampak ketegangan geopolitik Timur Tengah terhadap perekonomian Indonesia. Menurutnya, perang yang berkepanjangan dapat membuat defisit APBN tembus Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
"Worst case, adalah defisit bisa sampai Rp 300 triliun," kata Chatib dalam Grab Business Forum 2024, Selasa (14/5).
Chatib menjelaskan, melonjaknya angka defisit APBN disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak tersebut akan berdampak kepada beban subsidi BBM yang bertambah.
Ia memproyeksi harga minyak dunia akan melesat USD 64 per barel, jika konflik ini berkepanjangan.
"Skenario direct war, ini worst case, Israel-Iran, Timur Tengah, all arab country involved. Implikasinya harga minyak naik," ungkapnya.
"Asumsi di budget itu USD 90 per barel, average price itu USD 82 per barel, kalau misal harga minyak naik sampe USD 64 dolar per barel, akan ada tekanan terhadap APBN, beban subsidi akan naik," tambah Chatib.
ADVERTISEMENT
Mantan Menkeu tersebut mengatakan defisit APBN akan naik Rp 5,8 triliun, setiap terjadi kenaikan USD 1 per barel harga minyak mentah dunia.
"Kalau naik USD 64 dolar, tinggal dikalikan saja. Kira-kira bebannya akan naik sebesar itu, itu skenario worst case," tegasnya.
Sebelumnya, Dirjen Minyak Gas dan Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, mengatakan pemerintah sedang menghitung subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM). Berdasarkan hitungan tersebut, beban subsidi BBM berpotensi naik menjadi Rp 249,86 triliun di tahun ini.
Angka subsidi dan kompensasi BBM tersebut jauh meningkat dibandingkan asumsi APBN 2024 senilai Rp 160,9 triliun. Nilai subsidi dan kompensasi BBM tersebut memasukkan harga ICP senilai USD 82 per barel, di bawah proyeksi USD 100 per barel.
ADVERTISEMENT
“Jika ICP kita perkirakan USD 100 dengan kurs Rp 15.900, maka subsidi dan kompensasi BBM naik menjadi Rp 200-250 triliun dari sebelumnya yang saya lihat sekarang kita asumsi di APBN 2024 senilai Rp 161 triliun,” ujar Tutuka dalam webinar Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4).
Sebelum konflik antara Iran dan Israel terjadi, harga minyak mentah menunjukkan tren kenaikan sekitar USD 5 per barel setiap bulan. Sehingga kemungkinan besar harga ICP akan menyentuh USD 100 per barel.
“Tapi apakah (kenaikan harga minyak) akan berkelanjutan atau spike? saya rasa cenderung menunggu dulu apa reaksi israel dan Amerika terhadap konflik itu, dan kemungkinan juga cenderung akan spike dalam waktu yang lebih lama,” terang Tutuka.
ADVERTISEMENT
Apabila ICP naik menjadi USD 110 per barel dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 15.900 per dolar AS, maka subsidi dan kompensasi BBM bisa menyentuh Rp 287,24 triliun atau lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN 2024.
“Untuk setiap kenaikan ICP USD 5 per barel, pertama subsidi LPG bertambah sekitar Rp 5 triliun. Kedua yang paling besar, kompensasi solar bertambah Rp 6,42 triliun, dua itu yang paling besar kenaikannya,” tambahnya.
Apabila ICP naik sebesar USD 1 per barel, maka akan berdampak pada kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 1,8 triliun. Kendati demikian, meningkatnya PNBP juga diikuti dengan naiknya subsidi energi senilai Rp 1,78 triliun dan kompensasi energi Rp 5,3 triliun.
ADVERTISEMENT