Chatib Basri Sebut Penguatan Daya Beli Penting di Tengah Tarif Baru Trump

13 April 2025 16:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chatib Basri Foto: bekraf.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Chatib Basri Foto: bekraf.go.id
ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Ekonomi Nasional Chatib Basri menyebut penguatan daya beli mesti dilakukan di tengah munculnya kebijakan tarif imbal balik dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Chatib bilang belanja masyarakat sangat penting untuk pemulihan ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita waktu kecil itu diajarkan adalah hemat pangkal kaya, tetapi di dalam pemulihan ekonomi itu belanja pangkal pulih. Kalau orang spend, maka permintaannya akan terjadi,” kata Chatib di acara Yudhoyono Institute di Sahid, Jakarta Selatan pada Minggu (13/4).
“Kalau permintaannya akan terjadi, maka dunia usaha akan respons dengan memproduksi, mempekerjakan tenaga kerja,” lanjutnya.
Ia juga melihat perlunya kebijakan yang memperhatikan daya beli serta mendukung sektor yang memiliki multiplier effect tinggi.
“Yang punya dampak kepada lapangan pekerjaan. Saya kasih contoh misalnya pariwisata. Karena itu backward dengan forward linkage-nya itu sangat besar,” ujarnya.
Penguatan daya beli di tengah tarif baru Trump ini juga, menurut Chatib, dapat didukung lewat berbagai perlindungan sosial. Ia melihat penurunan daya beli sebenarnya sudah terjadi sebelum kebijakan Trump muncul. Hal ini karena banyak lapangan kerja yang tercipta merupakan lapangan kerja di sektor informal.
ADVERTISEMENT
“Apakah itu BLT, apakah itu PKH, apakah itu percepatan program MBG, yang kemudian akan memperkuat daya beli masyarakat,” kata Chatib.
Mantan menteri keuangan itu juga menyarankan agar pertumbuhan lapangan kerja sektor formal harus lebih diperhatikan. Selain penguatan daya beli, Chatib melihat untuk menghadapi tarif baru Trump Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar tujuan dan terus melakukan kerja sama dengan negara-negara ASEAN.
“Kita tahu yang terbaik adalah seluruh negara ASEAN bekerja sama-sama. Tetapi di dalam konteks ini bukan tidak mungkin bahwa setiap negara akan mementingkan dirinya sendiri,” ujarnya.