China Tertarik Bikin Teknologi Penyimpanan Energi Bersih di Indonesia

29 April 2025 18:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Perusahaan-perusahaan besar China tertarik membuat teknologi penyimpanan energi bersih di Indonesia. Alasannya karena potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar, mulai dari tenaga surya 3.294 GW dan tenaga angin sebesar 155 GW.
ADVERTISEMENT
Beberapa perusahaan yang dimaksud seperti Suzhou Inovance Technology Co., Ltd., Guangzhou Sanjing Electric Co., Ltd., Sungrow Power Supply Co., Ltd., Zhejiang Hangtai Shuzhi Energy Development Co., Ltd., dan Sienergys Co., Ltd. yang hadir di EESA Summit Indonesia 2025.
Direktur Energi Baru Terbarukan, Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, menyambut baik terselenggaranya EESA Summit 2025. Menurutnya, pemerintah terus mendorong pengembangan energi terbarukan melalui pengembangan kebijakan, regulasi, standar nasional, pembinaan dan pengawasan, serta fasilitator.
"Kami juga sangat menyambut baik kolaborasi dengan China di masa depan untuk mendukung penyimpanan energi di Indonesia karena kami memahami bahwa China sudah maju dalam sistem penyimpanan energi,” ujar Feby di acara EESA Summit Indonesia 2025, Jakarta, Selasa (29/4).
ADVERTISEMENT
Tempat penyimpanan energi yang sudah dibangun saat ini adalah BESS (Battery Energy Storage System) yang baru diterapkan di tahap awal, terutama di wilayah terpencil dan kawasan dengan jaringan listrik terbatas. Pemerintah dan sektor swasta mulai melirik BESS sebagai solusi untuk mendukung target bauran energi terbarukan dan menekan ketergantungan terhadap pembangkit fosil.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen EBT dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna memberikan sambutan saat peresmian fasilitas Solar Ice Maker di Sulamu, NTT, Senin (31/10). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
CEO Seven Event Andy Wismarsyah menjelaskan saat ini Indonesia berada dalam fase transisi energi, bergerak dari ketergantungan pada bahan bakar fosil menuju sumber energi bersih. Pada tahun 2023, sekitar 60 persen energi Indonesia masih berasal dari batu bara, sementara kontribusi energi terbarukan diperkirakan mencapai sekitar 15 persen.
Pemerintah Indonesia menargetkan kontribusi energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan 30 persen pada tahun 2030 dalam bauran energi nasional. Komitmen ini juga ditegaskan melalui janji global Indonesia untuk mencapai net-zero emissions dan dekarbonisasi ekonomi pada tahun 2060.
ADVERTISEMENT
Untuk mendukung transisi ini, Indonesia perlu mulai merencanakan jaringan listrik yang modern dan mampu menyerap porsi besar energi terbarukan yang variatif. Teknologi penyimpanan energi kini menjadi elemen kunci dalam menciptakan sistem energi yang stabil, efisien, dan berkelanjutan, mendukung pengelolaan puncak beban serta meningkatkan fleksibilitas sistem secara keseluruhan.
"EESA Summit Indonesia 2025 menjadi momentum penting untuk mempertemukan pemangku kepentingan dari dua negara yaitu China dan Indonesia dalam mendukung agenda transisi energi. Kami percaya, kerja sama lintas negara seperti ini akan mempercepat adopsi teknologi baru dan memperkuat ekosistem energi bersih di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Secretary-General EESA Rene Duan mengatakan Indonesia saat ini menjadi salah satu negara paling menarik di dunia dalam hal pengembangan energi bersih yang telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pengembangan energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
"Melalui EESA Summit, kami ingin menjadi jembatan bagi kolaborasi yang lebih erat antara pelaku industri di China dan Indonesia, guna mewujudkan sistem energi masa depan yang berkelanjutan dan saling menguntungkan,” terang Rene.