CIPS Anggap Penurunan DMO Minyak Goreng Bakal Tingkatkan Ekspor

3 Mei 2023 11:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Minyak goreng bersubsidi MinyaKita dijual di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Minggu (16/4/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Minyak goreng bersubsidi MinyaKita dijual di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Minggu (16/4/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyambut baik kebijakan pemerintah yang menurunkan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng yang semula 450 ribu ton per bulan menjadi 300 ribu ton. Kebijakan itu mulai berlaku Senin (1/5).
ADVERTISEMENT
DMO merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh badan usaha sebelum mengekspor produk mereka ke luar negeri. Associate Researcher CIPS, Krisna Gupta, mengatakan kebijakan itu dapat meningkatkan ekspor minyak goreng.
“Relaksasi DMO yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan perlu disambut baik, karena pemerintah telah menyesuaikan dengan kondisi saat ini,” kata Krisna kepada kumparan, Rabu (3/5).
Krisna menjelaskan secara teori, DMO memang bisa menjaga suplai domestik untuk memastikan Indonesia tidak kekurangan minyak goreng. Apalagi, ia menilai kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) juga belum efektif.
Meski begitu, situasi harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) saat ini cenderung stabil.
“Harga internasional sudah lama stabil di level yang familiar, bahkan dalam dua minggu belakangan ini mulai melemah. Di samping itu, kewajiban domestik sudah terpenuhi imbas permintaan yang tinggi di bulan puasa dan lebaran kemarin,” ujar Krisna.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kebijakan DMO berdampak pada produk turunan minyak sawit lainnya, yang tidak berhubungan dengan minyak goreng (oleochemical). Kebijakan DMO juga dinilai mempersulit eksportir karena tidak semua memiliki spesialisasi untuk menyuplai pasar domestik.
Pedagang menimbang minyak goreng curah yang dikemas di dalam kantong plastik di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Krisna mengungkapkan produksi CPO di Indonesia terus menurun sejak 2019. Berdasarkan data GAPKI, pada 2021 produksi CPO menurun 0,9 persen dari tahun sebelumnya menjadi 46,89 juta ton.
Krisna menjelaskan, akses terhadap pupuk terjangkau menjadi kunci untuk memenuhi permintaan minyak sawit dunia yang diperkirakan akan terus meningkat.
"Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi adalah tingginya harga pupuk, yang membuat petani sulit mengakses pupuk yang terjangkau," tutur Krisna.
"Harga pupuk berbahan baku nitrogen dan fosfat yang banyak digunakan oleh petani kelapa sawit meningkat 50-80 persen pada pertengahan 2021 karena adanya gangguan pada rantai pasok, serta kenaikan biaya angkut, permintaan dan harga bahan baku," tambahnya.
ADVERTISEMENT