Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
CIPS: Waspada Puncak Kemarau, Sistem Irigasi Pertanian Perlu Diperhatikan
23 Juni 2022 12:58 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Peneliti CIPS Aditya Alta menjelaskan, sistem irigasi lahan pertanian di Indonesia sangat tergantung oleh gravitasi. Dia mencontohkan di Jawa, daerah-daerah di dataran rendah akan berpotensi kekeringan saat kemarau nanti.
“Daerah lain seperti Kalimantan, tanah cenderung datar, kalo misal musim hujan dia sangat rentan terendam karena air. Saat musim kemarau rentan kekeringan,” kata Aditya pada webinar yang digelar CIPS, Kamis (23/6).
Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu memberikan dukungan kepada para petani , terutama dalam penataan sistem irigasi di Indonesia.
“Itu yang perlu dipikirkan dan diberi dukungan bagaimana sistem irigasi ini agar sesuai dengan elevasi lahan,” ujar dia.
Selain irigasi, Aditya juga menyoroti tentang distribusi hasil panen petani. Misal padi, dia mengatakan pada puncak kemarau nanti panen padi hanya dilakukan di sebagian kecil wilayah saja.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pada wilayah-wilayah yang kapasitas produksinya kecil, jumlah tengkulaknya terbatas. Padahal hal itu adalah akses penghubung antara hasil panen petani dengan pasar.
“Jadi panen yang ada di daerah tersebut tidak bisa mengompensasi kekurangan di daerah lain. Ini yang harus kita perhatikan,” pungkasnya.
Dihubungi kumparan beberapa waktu lalu, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Ayip Said Abdullah mengatakan, para petani perlu mengantisipasi risiko yang diakibatkan oleh kemarau nanti.
Ayip mengimbau agar petani dan pemerintah melakukan antisipasi dini terhadap beberapa risiko yang akan terjadi. Terlebih lagi jika padi terkena krisis maka impor bukan menjadi pilihan yang baik.
“Kita jangan sampai lengah dalam menjaga kontribusi pangan dalam konteks global, karena harga pangan di global itu naik pasca pandemi COVID-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina, sebelumnya kita sudah merasakan itu pada kedelai dan produk pangan yang lain,” jelas Ayip.
ADVERTISEMENT