Corona Bikin Penerimaan Pajak Seret, Ini Saran ADB untuk Indonesia

17 September 2020 11:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Penerimaan pajak mengalami kontraksi akibat pandemi COVID-19. Sementara belanja negara terus meningkat untuk penanganan virus corona.
ADVERTISEMENT
Realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2020 tercatat baru Rp 601,9 triliun, minus 14,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Presiden Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB), Masatsugu Asakawa. mengatakan seretnya penerimaan pajak juga dialami negara-negara di kawasan Asia-Pasifik.
"Perlu juga dicatat bahwa negara-negara di Asia berkembang terus menghadapi hasil pajak yang tidak stabil dengan variabilitas yang besar dari waktu ke waktu," ujar Asakawa dalam webinar ADB, Kamis (17/9).
Akibat penerimaan negara yang menurun, maka sejumlah negara memiliki kapasitas ruang untuk meningkatkan utang luar negeri. Untuk itu, Asakawa menyarankan negara-negara di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, terus melakukan perluasan basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak.
ADVERTISEMENT
Untuk memulainya, kebijakan perpajakan harus berjalan bersamaan, antara meningkatkan pendapatan pajak dan mempromosikan investasi demi pemulihan ekonomi.
"Untuk mencapai hal ini, pemerintah dapat mengadopsi instrumen kebijakan yang ditargetkan, seperti insentif pajak yang lebih disesuaikan dan hemat biaya," jelasnya.
Ilustrasi pelaporan SPT Pajak Tahunan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selain itu, ADB juga menyarankan agar pemerintah mengadopsi sistem pajak yang lebih progresif, untuk mengatasi ketimpangan pendapatan yang semakin memburuk akibat COVID-19. Asakawa juga mengusulkan pengenaan pajak karbon dan pajak lingkungan.
"Pajak karbon atau pajak lingkungan lainnya juga dapat mendorong kegiatan ekonomi untuk mencapai pemulihan hijau dan mendorong adaptasi dan ketahanan," kata Asakawa.
Selanjutnya, pemerintah juga disarankan memperkuat penarikan basis pajak perusahaan dari upaya peralihan laba ke wilayah lain. Praktik penghindaran pajak ini sering dilakukan perusahaan multinasional yang menjalankan bisnis di negara berkembang.
ADVERTISEMENT
"Memindahkan laba kena pajak ke yurisdiksi pajak berbasis rendah atau bahkan nol. Tantangan ini semakin dekat mengingat transformasi digital yang semakin cepat akibat pembatasan mobilitas COVID-19," pungkasnya.