Cuan Menggiurkan Jika PeduliLindungi Masuk Pasar Pembayaran Digital?

26 September 2021 19:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung memindai QR Code dengan aplikasi PeduliLindungi saat mengunjungi Hotel Merusaka Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (30/7/2021). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung memindai QR Code dengan aplikasi PeduliLindungi saat mengunjungi Hotel Merusaka Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (30/7/2021). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menginginkan aplikasi PeduliLindungi nantinya juga bisa sebagai alat pembayaran digital. Keinginan tersebut dinilai bisa berdampak positif.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, mengakui pemanfaatan PeduliLindungi berpotensi meraih keuntungan besar jika menjadi alat pembayaran digital. Sebab, penggunaan metode pembayaran nontunai bakal terus meningkat ke depannya.
"Potensinya cukup luas karena Indonesia diproyeksikan sebagai salah satu negara ekonomi digital terbesar dalam beberapa tahun ke depan. Jadi, penggunaan mata uang digital pembayaran non cash akan semakin banyak diminati oleh masyarakat," kata Yusuf seperti dikutip dari Antara, Minggu (26/9).
Yusuf mengatakan pembayaran secara cashless memang menjadi pilihan masyarakat khususnya selama pandemi COVID-19. Selain itu, perkembangan e-commerce saat ini yang menerima pembayaran nontunai membuat masyarakat menjadi lebih terbantu. Sehingga mendorong massifnya penggunaan pembayaran digital.
"Data terakhir menunjukkan nilai transaksi pembayaran non-cash itu mencapai sekitar Rp 160 triliun pada 2020, sementara volume transaksinya mencapai Rp 12 miliar. Jadi, memang kenaikannya itu cukup signifikan," ujar Yusuf.
ADVERTISEMENT
Melihat potensi tersebut, Yusuf menilai wajar jika Luhut ingin menjadikan PeduliLindungi sebagai alat pembayaran digital. Meski begitu, ia menyarankan pemerintah terlebih dahulu membenahi masalah keamanan datanya.
Sejumlah data-data masyarakat Indonesia selama satu tahun terakhir berhasil diakses pihak tidak bertanggung jawab, termasuk di aplikasi PeduliLindungi.
"Ada beberapa kelompok masyarakat yang belum memahami secara utuh terkait pembayaran non-cash dan risiko yang ada di apa di baliknya. Jadi, menurut saya memang risiko dan masalah keamanan data ini masih harus dibenahi terlebih dahulu," terang Yusuf.
Selain itu, Yusuf menilai penggunaan PeduliLindungi sebagai alat pembayaran digital tidak mempengaruhi minat masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Menurutnya, masyarakat akan lebih terdorong melakukan vaksinasi jika diberikan insentif.
Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk lebih menggencarkan sosialisasi vaksinasi COVID-19 dan memastikan distribusi vaksin hingga ke pelosok daerah.
ADVERTISEMENT
"Memang agak sedikit ya hubungannya antara memasukkan layanan pembayaran digital dengan minat vaksinasi masyarakat. Yang tidak kalah penting bagaimana distribusi vaksin karena bisa saja kesediaan masyarakat untuk vaksinasi itu tinggi tapi terganjal distribusi," tutur Yusuf.
Pengunjung memindai kode batang (QR Code) melalui aplikasi PeduliLindungi di Pintu Gerbang Utama Timur, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Selasa (14/9/2021). Foto: Aprillio Akbar/Antara Foto
PeduliLindungi Disebut Tak Efektif untuk Dompet Digital
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menganggap penggunaan PeduliLindungi sebagai alat pembayaran kurang efektif. Menurutnya keinginan tersebut tidak nyambung karena tujuan awal PeduliLindungi untuk pendataan dan tracing COVID-19.
"Kalau dipaksakan untuk tujuan lain seperti pembayaran digital sebenarnya tidak efektif. Pertama, hanya karena pemerintah punya data jutaan orang yang mengunduh aplikasi peduli lindungi, belum tentu orang akan menjadikan aplikasi peduli lindungi sebagai aplikasi pembayaran," ujar Bhima.
ADVERTISEMENT
"Apalagi aplikasi PeduliLindungi memakan baterai dan data yang tinggi. Kalau dijadikan e-wallet misalnya, apakah tidak makin boros pemakaian baterainya. Itu perlu dipikirkan dampak ke pengguna juga," tambahnya.
Alasan kedua adalah pemerintah saat ini sudah punya LinkAja sebagai dompet digital. Bhima merasa sebaiknya perbaikan dilakukan pada LinkAja daripada memaksa PeduliLindungi menjadi aplikasi pembayaran digital.
"Ketiga, aplikasi pembayaran digital bisa diminati ketika terintegrasi dengan transaksi ekonomi, seperti e-commerce atau transportasi online. PeduliLindungi tidak punya integrasi dengan layanan ekonomi lain, maka akan sulit dijadikan e-wallet," ungkap Bhima.
Kendala berikutnya adalah soal keamanan data pengguna PeduliLindungi. Bhima menegaskan keamanan data harus diprioritaskan. Jangan sampai asal-asalan dalam memanfaatkan apa yang ada di aplikasi tersebut.
"Karena setiap ada kerja sama dengan pihak ketiga, baik dengan bank atau merchant maka risiko kebocoran data bisa semakin besar. Aplikasi pembayaran harus kerja sama dengan bank untuk top up atau kerja sama dengan e-commerce, itu harus dijaga pemanfaatan data pribadi dari pihak ketiga," tutur Bhima.
ADVERTISEMENT