Cuan Puluhan Ribu Persen dari Saham UNTR, Apa Rahasia Lo Kheng Hong?

26 Juni 2021 18:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lo Kheng Hong, investor perseorangan di bursa saham yang dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia.  Foto: Dok. SBM ITB
zoom-in-whitePerbesar
Lo Kheng Hong, investor perseorangan di bursa saham yang dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia. Foto: Dok. SBM ITB
ADVERTISEMENT
Sukses menjadi investor jangka lama seperti Lo Kheng Hong bukan pekerjaan mudah. Selain harus panjang sabar menunggu hingga bertahun-tahun demi mendapatkan cuan berlipat, ternyata investor saham juga harus jeli mengenali emiten yang dibidik.
ADVERTISEMENT
Lo Kheng Hong mengatakan, salah satu trik sukses menjadi investor jangka panjang adalah dengan mengenali saham yang dibeli. Hal ini sudah Lo buktikan di tahun 1998 ketika membeli saham PT United Tractors Tbk (UNTR) di harga Rp 250 per lembar. Lo bersabar menunggu selama beberapa tahun hingga akhirnya harga saham UNTR tembus Rp 15.000 dan membuat Lo untung puluhan ribu persen.
“Karena kita tahu apa yang kita beli. Kalau kita enggak tahu apa yang kita beli kayak beli kucing dalam karung, ya tentu saja kita tidak punya daya tahan untuk memegang saham itu,” ujar Lo dalam Indonesia Investor Summit 2021, Sabtu (26/6).
Menurut Lo, di tahun 1998 ketika ia membeli UNTR di harga Rp 250, laba usaha per saham UNTR ada di level Rp 7.800. Padahal rata-rata price earning ratio saham di bursa sebesar 15 kali. Lo melakukan perhitungan sederhana: laba usaha per saham Rp 7.800 dikali 15 maka hasilnya Rp 117.000. Menurut Lo, angka inilah yang seharusnya menjadi harga saham UNTR. Artinya harga saat ini dibandingkan dengan harga wajar yang seharusnya, sangat berbeda jauh.
ADVERTISEMENT
“Jadi sebetulnya harga wajarnya itu Rp 100 ribu. Jadi kalau Rp 250 naik ke Rp 350, saya untung 40 persen harusnya saya sudah jual. Tapi enggak karena saya tahu harga wajarnya Rp 100 ribu. Jadi saya waktu itu beli mercy di harga sepeda,” ujarnya.
Ilustrasi investasi saham. Foto: Shutter Stock
Menurut Lo, karena dirinya paham bahwa harga saham UNTR saat itu terlalu murah, ketika portfolionya naik 100 persen pun, Lo tak bergeming. Ia memutuskan untuk tetap menahan saham tersebut. “Karena saya tahu apa yang saya beli. Jadi saya punya kekuatan untuk menahan. Kalau saya enggak tahu apa yang saya beli, ya mana bisa saya bertahan lama,” ujarnya.
Pun demikian, Lo menyadari bahwa konsistensi merupakan hal yang sulit dilakukan. Sebab pada akhirnya Lo melepas saham UNTR di harga Rp 15.000. Padahal sejak pertama beli, Lo sudah tahu harga wajarnya di kisaran Rp 100.000.
ADVERTISEMENT
“Itu saya sudah tahu saja saya melakukan kesalahan. Saya sudah tahu harga wajarnya Rp 100.000. Tapi di Rp 15.000 saya jual,” ujarnya.
Bahkan ternyata menurut Lo, perhitungan harga wajar di Rp 100.000 juga meleset. Sebab harga wajar saham UNTR beberapa tahun kemudian naik hingga ke Rp 600.000.
“Dia naik ke Rp 600.000 sekian karena sekarang sudah stock split, sudah bagi bonus, sudah right issue. Saya hitung PER 15 kali dari laba masa lalu. Saya lupa UNTR itu growing company. Dia tumbuh, otomatis valuasinya jadi meleset dari Rp 100 ribu ke 600 ribu. Kenapa saya bisa bertahan lama karena saya tahu apa yang saya beli,” tegasnya.

Emiten Tidak Royal Bagi Dividen, Sahamnya Layak Koleksi?

Beberapa emiten memutuskan tidak membagi dividen untuk tahun buku 2020. Salah satunya yaitu PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN). Pada rapat umum pemegang saham tahunan PNBN yang digelar pada 9 Juni 2021 lalu, pemegang saham menyetujui menetapkan penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2020 sebesar Rp 3,08 triliun seluruhnya akan digunakan untuk memperkuat modal inti perseroan. Hal itu dilakukan dalam rangka mendukung pertumbuhan usaha ke depan dan dicatat sebagai laba yang ditahan.
ADVERTISEMENT
Lalu apakah saham seperti PNBN tetap layak koleksi? Lo Kheng Hong mengatakan, emiten tidak membagi dividen bukan berarti sahamnya tidak layak koleksi.
“Jadi emang dikirain perusahaan yang enggak bagi dividen itu sesuatu yang negatif? Tidak!” ujar Lo.
Lo yang juga mengempit saham PNBN mengatakan, dirinya bukan investor yang dividen oriented atau terlalu berorientasi dengan dividen. Menurut Lo, dirinya lebih fokus pada capital gain. Beli di harga murah dan jual di harga tinggi. “Kalau orang yang seperti saya tidak mementingkan dividen, tapi orang yang mementingkan capital gain,” ujarnya.
Ilustrasi investasi di pasar saham. Foto: Shutter Stock
Menurut Lo, apabila sebuah perusahaan tidak membagi dividen justru artinya struktur permodalan perseroan tersebut menjadi semakin kuat. Sebab porsi laba ditahan semakin besar. Dengan permodalan yang kuat maka perusahaan mempunyai kesempatan untuk semakin berkembang.
ADVERTISEMENT
“Jadi bertumbuhnya tambah kenceng. Struktur permodalannya jadi tambah kuat, companynya fast growing, bertumbuh sangat cepat,” ujarnya.
Untuk itu Lo tidak menyarankan investor yang dividen oriented masuk ke PNBN. Menurutnya masih ada banyak emiten lain yang cukup royal membagikan dividen.
“Kalau Anda orang yang suka dividen, lebih baik jangan masuk Bank Panin. Jangan, nanti Anda akan kecewa terus, menggerutu minta dividen terus. Kalau Anda seorang investor yang orientasinya dividen jangan beli grup Panin. Beli yang lain yang pay out rationya tinggi, misalnya ITMG. Itu kan payout rationya 100 persen,” tutupnya.