news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cukai Rokok 2021 Bisa Naik hingga 20 Persen, Bagaimana Nasib Kretek Tangan?

22 Oktober 2020 12:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengenakan sarung tangan dan masker saat melinting rokok sigaret kretek tangan di pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) di Jawa Timur. Foto: SISWOWIDODO/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengenakan sarung tangan dan masker saat melinting rokok sigaret kretek tangan di pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) di Jawa Timur. Foto: SISWOWIDODO/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah hingga saat ini masih membahas kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan cukai rokok di tahun depan. Meski demikian, kenaikan tarif cukai rokok itu diperkirakan akan lebih rendah dari tahun ini.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sumber kumparan, kenaikan tarif cukai rokok tahun depan berkisar 13-20 persen. Adapun angka yang akan diajukan itu kemungkinan sebesar 17 persen.
Sementara kalangan industri tembakau justru mendapat bocoran bahwa kenaikan tarif cukai rokok di tahun depan sebesar 19 persen.
Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sarno, belum bisa memastikan hal itu. Dia pun enggan menjelaskan apakah nantinya pemerintah kembali memberikan keringanan untuk golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Adapun kenaikan tarif cukai untuk SKT dan Sigaret Putih Tangan (SPT) golongan I tahun ini sebesar 16,44 persen. Angka ini lebih rendah dari rata-rata kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen.
“Sampai saat ini kami belum bisa memastikan. Semuanya masih dalam proses pembahasan,” kata Sarno kepada kumparan, Kamis (22/10).
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Hal tersebut mendapat respons dari paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI). Pemerintah diminta memperhatikan nasib para pelinting SKT yang tersebar di 27 kota/kabupaten di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Ketua Paguyuban MPSI Sriyadi Purnomo meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tersebut. Menurutnya, kenaikan di masa pandemi ini akan semakin menyulitkan para pekerja rokok.
“Kenaikan tinggi di masa pandemi COVID-19 ini akan memberikan dampak negatif bagi penghidupan puluhan ribu pelinting SKT yang mayoritas adalah tulang punggung keluarga,” kata Sriyadi.
Dia menjelaskan, ada sejumlah dampak yang ditimbulkan jika kenaikan cukai tetap eksesif di tahun depan. Salah satunya para pelinting SKT terancam kehilangan pekerjaan.
Menurut dia, saat ini permintaan pasar terhadap produk SKT tengah menurun. Hal ini seiring kenaikan cukai yang tinggi dan berkurangnya daya saing terhadap rokok yang diproduksi mesin.
“Selain itu, perekonomian di sekitar lokasi produksi SKT, seperti warung, pedagang kaki lima, toko kelontong, dan transportasi akan turut terdampak. Padahal, penghidupan mereka sangat bergantung pada buruh SKT yang bekerja di daerah tersebut,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sriyadi pun memohon kepada Presiden Jokowi agar tidak menaikkan tarif cukai rokok untuk golongan kretek tangan, sehingga para buruh linting tetap dapat bekerja dan memberikan nafkah bagi keluarga.
“Kami juga berharap pemerintah dapat menjauhkan tarif cukai rokok kretek tangan dengan rokok mesin, sehingga produk kretek tangan tetap kompetitif dan melindungi tenaga kerja kretek tangan,” tambahnya.
Cukai menjadi satu-satunya penerimaan negara yang masih tumbuh positif di tengah pandemi ini. Realisasi penerimaan cukai mencapai Rp 115,32 triliun atau tumbuh 7,24 persen (yoy) per akhir September 2020.
Penerimaan cukai tersebut disumbang paling banyak oleh cukai hasil tembakau atau rokok sebesar Rp 111,46 triliun atau tumbuh 8,53 persen (yoy). Capaian tersebut sebesar 67,57 persen dari target tahun ini dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 164,94 triliun.
ADVERTISEMENT