Dampak Corona ke RI: Pertumbuhan Ekonomi Terperosok, IHSG Anjlok, Rupiah Keok
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tak hanya menggerogoti lini kesehatan saja, pandemi dari Negeri Tirai Bambu itu juga menghantam sektor ekonomi. Indonesia dibuat kehilangan pendapatan dari berbagai sisi, sebut saja pariwisata hingga perdagangan.
Belum lagi nilai tukar rupiah yang terus merosot, hingga nyaris mengulang skenario buruk serupa yang pernah terjadi saat krisis 1998. Belum lagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ikut-ikutan terperosok.
Tak ayal, apabila wabah ini tak tertangani secepatnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani membayangkan Indonesia bisa saja mengalami skenario pertumbuhan ekonomi terburuk, 0 persen.
Sri Mulyani: Skenario Terburuk Corona, Pertumbuhan Ekonomi Bisa 0 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku telah menyiapkan berbagai skema untuk penanganan virus corona. Termasuk jika menghadapi kondisi terburuk, apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia turun drastis hingga 0 persen.
ADVERTISEMENT
Skenario terburuk tersebut, menurutnya, bisa terjadi jika virus corona berlangsung dalam waktu yang lama, lebih dari enam bulan.
Hal itu juga bisa terjadi jika Indonesia melakukan isolasi penuh (lockdown), harga minyak terus anjlok, perdagangan internasional menurun, hingga sektor penerbangan yang mengalami tekanan hingga 75 persen.
"Jika durasi COVID-19 bisa lebih dari 3 sampai 6 bulan, kemudian lockdown, serta perdagangan internasional bisa drop di bawah 30 persen, penerbangan drop sampai dengan 75 persen hingga 100 persen, maka skenario bisa menjadi lebih dalam, pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 2,5 persen bahkan 0 persen," ujar Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (20/3).
Sementara jika penanganan berjalan dengan baik, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi bisa bertahan di atas angka 4 persen. Kendati begitu, ia belum bisa berasumsi lebih jauh terkait pertumbuhan ekonomi tahun ini lantaran dinamisnya ekonomi global dan domestik.
IHSG Terjun ke Level 3.000
ADVERTISEMENT
Efek buruk lain di sektor ekonomi karena virus corona adalah terperosoknya harga Indeks Saham Gabungan (IHSG). Bahkan, mengawali perdagangan Jumat (20/3) IHSG langsung anjlok saat dibuka.
IHSG sempat dibuka merosot 58,511 poin (1,43 persen) ke 4.046,911. Kemudian kembali terjun hingga ke level 3.000, yakni turun 149,192 poin atau melemah 3,63 persen ke 3.956,230.
Pada pukul 9.06 waktu bursa atau JATS, IHSG sudah terperosok 4,27 persen. Sementara seluruh indeks sektoral melemah, dengan penurunan terdalam dipimpin sektor industri dasar 5,46 persen.
Pada perdagangan sesi I, Jumat (20/3), IHSG ditutup terperosok 70,434 poin (1,72 persen) ke 4.0349,988. Sementara indeks LQ45 ditutup anjlok 11,495 poin (1,88 persen) ke 600,621.
Kondisi sedikit membaik ditunjukkan dengan IHSG ditutup melesat 89,522 poin (2,18 persen) ke 4.194,944. Sementara indeks LQ45 ditutup menguat 12,641 poin (2,07 persen) ke 624,757.
Nilai Tukar Rupiah Nyaris Setara dengan Kondisi Krisis 1998
ADVERTISEMENT
Nilai itu nyaris sama dengan keterpurukan yang dialami rupiah saat terjadinya krisis ekonomi 1998. Di mana nilai tukar 22 tahun silam itu terpuruk ke Rp 16.950.
Mengutip data Financial Times, Jumat (20/3), nilai tukar rupiah pada pukul 9.13 WIB bergerak tertekan di Rp 15.950,00 terhadap dolar AS atau melemah 50,00 poin (0,31 persen). Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) berada di posisi Rp 16.273.
Sementara itu, dalam transaksi konvensional di perbankan tanah air, sudah ada yang menjual dolar AS di posisi Rp 16.550. Dengan rincian, Bank Mandiri pada kurs jual Rp 16.500; BCA di Rp 16.550; BNI Rp 16.450; serta BRI senilai Rp 16.335.
ADVERTISEMENT
Dampak tersebut hingga kini masih belum bisa dipastikan apakah akan berkurang atau justru kian parah. Semua itu tergantung pada lamanya waktu wabah itu bertahan di Indonesia serta keberhasilan langkah penanganannya.