Dampak Krisis Energi di China hingga Singapura, Gas RI Jadi Rebutan

19 Oktober 2021 20:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal tengker LNG Foto: REUTERS/Issei Kato
zoom-in-whitePerbesar
Kapal tengker LNG Foto: REUTERS/Issei Kato
ADVERTISEMENT
Saat ini banyak negara tengah mengalami krisis energi, seiring dengan bangkitnya aktivitas ekonomi yang sempat lesu akibat pandemi COVID-19. Negara yang tengah krisis energi misalnya China, Singapura, dan negara-negara di Eropa.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara eksportir gas bumi mendapat dampak positif. Gas dari Indonesia jadi rebutan. Terbukti dengan permintaan dari kontrak yang lebih besar ketimbang produksi gas Indonesia.
"Kontraknya lebih besar ketimbang kemampuan pasokan. Kegiatan komersial SKK Migas ini sangat masif sampai harga gasnya enggak ada yang bisa dijual. Supply agak kurang sehingga komersialnya perlu direm sedikit," ujar Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/10).
Gas pipa untuk ekspor dan domestik tercatat terjadi kekurangan supply. "September 2021 ini diperkirakan masih ada selisih kurang supply. Total kebutuhan yang ada hampir 4.000 BBTUD, tapi pasokannya di Oktober 2021 hanya 3.880 BBTUD," kata dia.
Penyediaan Liquified Natural Gas (LNG) carrier dan fasilitas bunkering LNG. Foto: Dok. PGN
Harga gas liquefied natural gas (LNG) juga terjadi melonjak signifikan. Indonesia kini bisa mengekspornya dengan harga rata-rata USD 27,5 per MMbtu. Sebagai pembanding, rata-rata harga gas di dalam negeri hanya USD 6-10 per MMbtu.
ADVERTISEMENT
"Kita jual 4,5 standar kargo uncommitted kita jual di September, Oktober, dan November. Rata-rata 4 kargo ini harganya 27,5 USD per MMbtu. Sehingga proyeksi penerimaan USD 350 juta hanya dari 4 kargo ini," jelasnya.
Proyeksi lifting LNG di 2022 juga naik. Bila di 2021 proyeksinya lifting LNG mencapai 201 kargo, di 2022 diproyeksikan mencapai 211,9 kargo.
"Proyeksi lifting 2022 211,9 dengan susunan Bontang 93,6 kargo, Tangguh 118,3 kargo. Domestik 49,8 kargo dan ekspor 162,1 kargo," tuturnya.
Sebelumnya, Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini menyebut jumlah produsen batu bara maupun gas masih banyak, begitu juga dengan cadangannya.
Namun yang jadi penyebab utama krisis energi ini, menurut Rudi, karena transisi energi yang terlalu gegabah tanpa perhitungan matang. Perusahaan-perusahaan raksasa energi fosil berbondong-bondong lari ke energi baru terbarukan. Sementara pasokan dari energi baru terbarukan ternyata belum mampu mengimbangi lonjakan kebutuhan industri.
ADVERTISEMENT