DAMRI Akui Naikkan Tarif Bus Bandara, Tapi Tak Semua Rute

11 Maret 2019 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pool bus Damri Cibinong-Bandara Soetta  Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pool bus Damri Cibinong-Bandara Soetta Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Perum Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia atau DAMRI menaikkan tarif layanan eksekutif tiga trayek dari 30 trayeknya bus bandara menuju Bandara Soekarno-Hatta sejak awal Januari 2019.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Perum DAMRI, Setia N Milatia Moemin, menuturkan tarif layanan eksekutif (non-ekonomi) untuk 3 trayek dari dan menuju Bandara Soekarno-Hatta naik sejak 7 Januari 2019. Ketiga trayek tersebut adalah pemberangkatan dari Cikarang, Karawang dan Purwakarta.
Sementara 27 trayek lainnya tidak mengalami kenaikan sejak 2014 atau sejak lima tahun yang lalu hingga hari ini.
"Kenaikan tarif terakhir kalinya ditetapkan melalui Surat Keputusan Direksi nomor SK.622/PR.305/DAMRI 2014 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan Penumpang Bus DAMRI dari dan ke Bandara Internasional Soetta melalui jalan tol," ujar Milatia dalam keterangan resmi, Senin (11/3).
Dia melanjutkan, Perum DAMRI meminta maaf kepada pelanggan atas ketidaknyamanan konsumen, apabila dianggap bahwa sosialisasi kenaikan tarif untuk tiga trayek tersebut kurang intensif dilaksanakan atau jika dianggap bahwa informasi mengenai alasan kenaikan trayek tersebut kurang jelas disampaikan.
ADVERTISEMENT
"Sosialisasi kenaikan tarif pada dasarnya telah dilaksanakan dengan cara menempel pengumuman tentang kenaikan tarif di dalam bus dan di tempat pemberangkatan," jelasnya.
Ilustrasi bus DAMRI. Foto: Instagram/@damriindonesia
Dengan demikian, katanya, DAMRI berjanji akan terus meningkatkan mekanisme sosialisasi mengenai hal-hal yang terkait langsung dengan hak konsumen.
Setia menjelaskan, kenaikan tarif untuk tiga trayek tersebut telah mempertimbangkan kelangsungan usaha dengan tetap memperhatikan daya beli masyarakat agar kesinambungan pelayanan tetap terjaga.
Adapun alasan kenaikan tarif tersebut di antaranya karena pembangunan di ruas tol Cikampek yang mengakibatkan kemacetan luar biasa sehingga waktu tempuh semakin panjang, target jumlah ritase sulit dicapai dan biaya operasional armada yang meningkat.
"Jarak tempuh yang relatif panjang dengan load factor [tingkat okupansi] yang relatif rendah dibandingkan trayek lainnya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Trayek Karawang-Bandara Soekarno Hatta dengan jarak tempuh 138 km okupansi rata-rata pada 2018 mencapai 21 penumpang setiap keberangkatan, sementara Purwakarta-Bandara Soekarno Hatta dengan jarak tempuh 135 km okupansinya 42 penumpang sekali keberangkatan dan Cikarang-Bandara Soekarno Hatta dengan jarak 99 km okupansinya 39 orang.
Selain itu, ada pengaruh faktor ekonomi seperti inflasi, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)/Upah Minimum Regional (UMR), serta tarif tol yang naik setiap dua tahun sekali.
Dia menuturkan, peningkatan pendapatan DAMRI utamanya dipergunakan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, di antaranya untuk investasi armada baru, pembaruan sistem tiket, kemudahan pelanggan untuk mendapatkan informasi, pengelolaan armada berbasis IT.
"Pendapatan dari Kantor Cabang Basoetta merupakan salah satu yang memberikan kontribusi pendapatan penting bagi Perum DAMRI, tetapi masih terdapat 58 cabang lainnya yang terus didorong untuk berkontribusi positif bagi pendapatan DAMRI," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Marketing Communication Perum DAMRI Ratna Riani Rahayu menjelaskan, tarif kenaikan ketiga trayek DAMRI tersebut bervariasi, dari Rp 5.000 dan Rp 10.000.
Adapun trayek Cikarang-Bandara Soetta naik Rp 5.000 dari harga awal menjadi Rp 55.000.
Trayek Purwakarta-Bandara Soetta naik Rp 10.000 menjadi Rp 75.000 dan tarif Karawang-Bandara Soetta naik Rp 10.000 menjadi Rp 75.000.
Ilustrasi bus DAMRI. Foto: Instagram/@damriindonesia
YLKI Tuding Tarif DAMRI Bandara Soetta Naik Secara Diam-diam
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuding tarif bus DAMRI Bandara Soerkarno-Hatta naik secara diam-diam dan hal ini berpotensi melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Diam-diam Perum DAMRI menaikkan tarif sebesar Rp 5.000 untuk jurusan Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Kenapa kita sebut diam-diam, karena nyaris tak ada sosialisasi yang dirasakan konsumen. Banyak keluhan dan pertanyaan konsumen terkait hal itu," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (10/3).
ADVERTISEMENT
Dijelaskannya, ketika hal tersebut ditanyakan konsumen, kondektur bus DAMRI Bandara mengatakan, kenaikan itu dilakukan sejak awal tahun. Artinya per Januari 2019. Padahal menurut pengamatan konsumen di lapangan, tidak ada informasi terkait hal itu, baik di loket pembayaran dan atau di kabin bus DAMRI.
"Jika hal itu benar, YLKI sangat menyesalkan hal tersebut. Sebab itu tidak menghargai hak konsumen yang dijamin di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," katanya.
Menurut Tulus, pasal 4 UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas informasi yang jelas, jernih dan jujur saat menggunakan barang dan atau jasa. Informasi dimaksud bukan sekadar adanya informasi kenaikan tarif, tetapi mengapa tarifnya dinaikkan.
Ilustrasi bus DAMRI. Foto: Instagram/@damriindonesia
Tulus menilai, hal itu tidak dilakukan manajemen Perum DAMRI. Apalagi kenaikan itu tidak pernah dibarengi dengan standar pelayanan yang jelas dan terukur, seperti sistem tiket masih manual, masih menggunakan sistem sobek karcis, kecuali untuk Terminal 3 Bandara Soeta.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, tegasnya, YLKI mendesak Perum DAMRI untuk bisa menjelaskan pada publik, benefit macam apa yang bisa diperoleh konsumen atas kenaikan itu.
YLKI menduga, kenaikan itu dilakukan karena rute bus DAMRI Bandara Soetta adalah rute yang paling menguntungkan. Tanpa rute bandara, bus DAMRI banyak ruginya. Tapi ini tidak fair, jika rute bandara dijadikan satu-satunya sumber pendapatan yang menguntungkan.
"Manajemen DAMRI harus berani menutup rute-rute yang merugi. Kecuali rute tersebut dalam penugasan pemerintah dan artinya pemerintah harus membayar selisih kerugiannya itu. Tidak bisa konsumen Bus DAMRI harus menaggung kerugian tersebut," kata Tulus.