Dana di BPDPKS Ada Rp 50 T, Digunakan untuk Bangun Pabrik hingga Sawit Rakyat

2 Maret 2023 17:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirut BPDPKS, Eddy Abdurachman pada Rakornas Kelapa Sawit Nasional di Pullman Central Park, Jakarta, Senin (27/2/2023). Foto: Nabil Jahja/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirut BPDPKS, Eddy Abdurachman pada Rakornas Kelapa Sawit Nasional di Pullman Central Park, Jakarta, Senin (27/2/2023). Foto: Nabil Jahja/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hingga akhir 2022 mengantongi dana sekitar Rp 50 triliun. Dana yang didapatkan Badan Layanan Umum (BLU) tersebut bakal disalurkan lagi.
ADVERTISEMENT
"Saat ini dana tersedia di BPDPKS sampai akhir tahun 2022 kurang lebih sekitar Rp 50-an triliun. Tapi itu dana terus, kan revenue kita berasal dari pungutan ekspor, dari pengelolaan dana, dari situ kita salurkan lagi," kata Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Kamis (2/3).
Dalam undang-undang, BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Danai Pabrik Minyak Makan hingga Sawit Rakyat

Saat ini KemenkopUKM telah membuat pilot project minyak makan merah. Untuk pembangunan pabriknya, Eddy menjelaskan akan dibantu melalui dana BPDPKS.
Aktivitas Petani Plasma Kelapa Sawit Asian Agri di Provinsi Riau, Jumat (22/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
"Sampai sekarang masih dibahas (alokasi anggarannya), kita tunggu regulasi. Itu untuk pembangunan pabriknya, piloting, sekarang kan ada 3 di Sumatera Utara," jelas Eddy.
ADVERTISEMENT
Selain itu, anggaran BPDPKS juga digunakan untuk mendanai program sawit rakyat seperti pembangunan jalan, pengadaan peralatan pertanian, hingga pupuk.
"Tapi dalam hal ini pupuk kita minta untuk sarana prasarana, bukan pupuk yang memang harus untuk (alokasi khusus) itu. Itu non-subsidi karena untuk sawit tak boleh subsidi," jelasya.

Diklaim Punya Utang Rp 300 M

Dari total Rp 50 triliun dana yang dipegang BPDPKS saat ini, ternyata sebesar Rp 300 miliar diklaim sebagai utang BPDPKS yang belum dibayarkan kepada pengusaha ritel.
Klaim tersebut datang dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Adapun uang Rp 300 miliar tersebut buntut dari belum rampungnya administrasi pencairan dana program minyak goreng curah kemasan sederhana di era Menteri Perdagangan sebelumnya, Muhammad Lutfi.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak hafal jumlahnya. Seingat saya ada 59 tagihan dari perusahaan-perusahaan yang waktu itu ditugaskan menyalurkan minyak goreng tadi. Klaim dari Aprindo katanya Rp 300 miliar," jelas Eddy.
Saat ini, proses pencairan klaim dana tersebut ada di Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Eddy mengatakan, BPDPKS baru bisa membayarkan dana tersebut setelah ada verifikasi dari pihak Kemendag.
Verifikasi tersebut terkait verifikasi total volume dan distribusi minyak goreng setiap perusahaan yang terlibat. Menurut Eddy, dari keterangan yang dia dapat dari Kemendag saat ini banyak kendala yang dialami, namun dia tidak merinci.
"Macam-macam, karena rumit, masalah penelusuran ini kan masalah hukum. Jangan Sampai itu dibayarkan (untuk) sesuatu yang ternyata gak ada," tutur Eddy.
ADVERTISEMENT

Penggunaan Anggaran Jadi Sorotan Ombudsman

Penggunaan dana BPDPKS untuk program peremajaan sawit menjadi sorotan Ombudsman RI sejak tahun lalu. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai program tersebut lamban.
"Misalnya, target peremajaan sawit itu sebesar 180 ribu hektare per tahun, ini sudah tiga tahun saja baru sekitar 200 ribu-an hektare. Padahal satu tahunnya harus 180 ribu hektare," kata Yeka kepada kumparan, Jumat (23/9/2022).
Selain program peremajaan sawit, Yeka mengatakan pihaknya juga akan meninjau program BPDPKS lainnya, seperti bagaimana alokasi dana BPDPKS untuk penguatan di sektor hulu, produktivitas TBS petani pekebun rakyat, hingga penagihan dana untuk program biodiesel.
"Tapi kan ternyata tata kelola dalam penggunaan dana itu kan terindikasi tidak akan membuat program tersebut berjalan dengan baik," ujar Yeka.
ADVERTISEMENT