Darmin: Isu Kampanye Negatif Sawit RI Murni Persaingan Dagang

25 April 2018 13:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Darmin Nasution di ICOPE 2018. (Foto: Wiji Nurhayat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Darmin Nasution di ICOPE 2018. (Foto: Wiji Nurhayat/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia terus menyuarakan perlawanan terhadap kampanye negatif terhadap sawit yang disuarakan berbagai negara khususnya Uni Eropa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan isu kampanye negatif murni terhadap sawit disuarakan karena kepentingan dagang.
ADVERTISEMENT
"Kampanye negatif di negara konsumen terutama karena kompetisi dari produk mereka sendiri," tegas Darmin saat membuka Konferensi Kelapa Sawit International atau International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) 2018 di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Rabu (25/4).
Darmin menjelaskan, di Uni Eropa minyak sawit asal Indonesia harus bersaing dengan minyak nabati lokal seperti kedelai, bunga matahari dan rapeseed. Namun bila dibandingkan dengan ketiga minyak nabati yang dihasilkan Uni Eropa, harga minyak sawit Indonesia mampu bersaing karena produktivitasnya besar.
Maraknya isu kampanye negatif hitam sawit Indonesia jelas sangat merugikan. Sawit merupakan penopang utama perekonomian Indonesia. Ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang tahun 2017 tercatat sebesar 31,05 juta ton, naik 23% dibandingkan capaian 2016 sebesar 25,11 juta ton. Sedangkan sumbangan devisa yang didapat Indonesia dari ekspor kelapa sawit adalah USD 22,97 miliar di 2017 atau naik 26% dibandingkan 2016 yang hanya USD 18,22 miliar.
ADVERTISEMENT
"Sawit Indonesia adalah salah satu produk strategis untuk meningkatkan ekspor dan membuka lapangan pekerjaan serta pengentasan kemiskinan. Tetapi banyak suara negatif baik di dalam maupun di luar yang bilang sawit bermasalah," sebutnya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus melawan isu kampanye negatif sawit Indonesia. Jangan sampai isu kampanye negatif sawit menjadi brand bagi negara yang pada akhirnya akan merugikan Indonesia dari sisi ekonomi.
"Hal ini akan mengancam perdagangan dan mendeskritkan sawit Indonesia. Kita melihat mereka lupa pemerintah sudah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ekspor dari sawit. Kelompok itu hanya memandang secara parsial bukan holistik," sindir Darmin.