Data Ditjen Pajak Akan Lebih Dahsyat dari Panama dan Paradise Papers

27 November 2017 11:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kicauan akun Twitter Ditjen Pajak RI. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kicauan akun Twitter Ditjen Pajak RI. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan memiliki data dengan skala besar dan valid dari otoritas pajak seluruh negara saat implementasi pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) pada September 2018. Adapun hingga saat ini, otoritas pajak telah mengelola 10,5 miliar data dalam sistem informasinya.
ADVERTISEMENT
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengaku pihaknya telah menindaklanjuti dokumen pajak dari Panama hingga yang terakhir Paradise Papers, khususnya warga negara Indonesia.
Ketika Panama Papers mencuat, lanjut Hestu, otoritas segera menindaklanjuti wajib pajak asal Indonesia. Pihaknya juga mengimbau para wajib pajak tersebut untuk mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Data itu sangat berguna, kami tindaklanjuti wajib pajak WNI. Kebetulan konteksnya saat itu ada program tax amnesty, jadi kami imbau untuk ikut tax amnesty, dan banyak dari mereka ikut," ujar Hestu kepada kumparan (kumparan.com), Senin (27/11).
Setelah amnesti pajak berakhir, dokumen skandal pajak serupa yakni Paradise Papers kembali mencuat. Ditjen Pajak juga kembali menindaklanjuti, terutama nama-nama wajib pajak Indonesia yang ada di dalam daftar tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, dokumen seperti Panama dan Paradise Papers tidak akan ada lagi jika seluruh negara ikut dalam pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) maupun dengan permintaan (by request).
"Panama dan Paradise Papers akan tutup semua kalau seluruhnya sudah ikut AEoI. Kami akan dapat data yang valid, lebih luas, data yang current, dan lebih legitimate karena diperoleh dari otoritas negara lain," katanya.
Hestu menjelaskan, data semacam Panama dan Paradise Papers bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dengan adanya AEoI pada tahun depan, semua data akan lebih lengkap dan valid.
"Data Panama dan Paradise Papers bukan sesuatu yang sangat luar biasa. Dengan AEoI dan EoI by Request, optimisme data lebih bagus lagi karena AEoI akan membuka gambaran lebih lengkap lagi," Hestu Yoga menambahkan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tengah merayu negara-negara yang berpotensi menjadi lokasi baru untuk tujuan penyembunyian harta dari pajak atau tax haven untuk ikut Automatic Exchange of Information (AEoI).
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
Kepala Subdit Direktorat Perpajakan Internasional Leli Listianawati mengatakan, imbauan tersebut ditujukan kepada negara-negara seperti di Afrika hingga Amerika Latin.
"Pada saat pertemuan global forum, semua negara Afrika hadir untuk diapproach untuk ikut AEoI, termasuk yang sudah berkomitmen adalah Thailand dan Papua Nugini, Amerika Latin sudah ikut," ujar Leli saat Media Gathering Pajak di Manado, Rabu (22/11).
Leli menyebutkan, dalam pertemuan global forum tersebut juga telah diumumkan bahwa ada tambahan negara yang berkomitmen untuk mengimplementasikan keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (automatic exchange of information/AEoI). Dari yang awalnya sebanyak 102 negara menjadi 146 negara yang berkomitmen.
ADVERTISEMENT
"Sekarang negara yang sudah komitmen kalau dulu ada 100, lalu menjadi 102, dan sekarang menjadi 146 negara. Di mana 49 negara berkomitmen bertukaran informasi di 2017, dan 53 di September 2018, semua negara sudah melaksanakan pertukaran informasi, kecuali negara yang terkena badai caribia yang merusak infrastruktur," jelasnya.
Leli menuturkan, dari 44 negara tambahan tersebut, setidaknya ada beberapa negara yang berkomitmen untuk segera mengimplementasikan, seperti Albania, Maldives, Peru pada 2020, dan Nigeria pada 2019.
Indonesia rencananya akan mengimplementasikan AEoI pada September 2018 beserta 52 negara lainnya. Seperti, Australia, Jepang, Singapura, Canada, Chile, Hong Kong.