Data ESDM: Ada 3.121 Tenaga Kerja Asing di Industri Mineral dan Batu Bara

10 November 2021 14:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga kerja asing (TKA) membubut besi untuk kebutuhan pembangunan beberapa bangunan di salah satu perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara (15/12). Foto: ANTARA FOTO/Jojon
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga kerja asing (TKA) membubut besi untuk kebutuhan pembangunan beberapa bangunan di salah satu perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara (15/12). Foto: ANTARA FOTO/Jojon
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM melaporkan bahwa terdapat lebih dari 3.000 Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di industri mineral dan batu bara atau minerba Indonesia. Meski demikian Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, jumlah TKA tersebut masih jauh lebih kecil ketimbang jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau tenaga lokal.
ADVERTISEMENT
“Pada tahun 2021 dari data yang kami miliki terdapat 23.857 orang TKI di industri minerba. Plus 3.121 TKA. Ini yang dapat menjadi perhatian kita semua,” ujar Ridwan dalam Rapat DPR dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (10/11).
Jumlah tersebut mencakup semua Izin Usaha Pertambangan (IUP) pengolahan atau industri smelter. Ridwan mengatakan apabila dilihat dari angka tersebut, maka besaran jumlah TKA dibanding TKI hanya 1 banding 8. Sedangkan pada industri nikel saja, jumlah TKI yang bekerja pada industri tersebut tercatat sebesar 21.691 TKI dan 3.054 TKA.
“Ini bisa menjadi penjelasan bagi publik perbandingan tenaga kerja yang tersedia. Namun hendaknya kita terus mencoba mengurangi TKA dan terus meningkatkan jumlah TKI yang berkompeten di bidang ini,” ujarnya.
Sejumlah pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menurut Ridwan dalam hal pengaturan tenaga kerja di sektor pertambangan dan minerba, pihaknya mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dan Kementerian Ketenagakerjaan. Kementerian ESDM mengatur tenaga kerja di sektor pertambangan berdasarkan UU No 3 Tahun 2020 tentang minerba dan PP Nomor 96 Tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Secara umum regulasi ini mengatur tentang pengutamaan tenaga kerja lokal, peningkatan kompetensi tenaga kerja, alih teknologi TKA kepada TKI dan pembinaan serta pengawasan terhadap tenaga kerja.
Adapun untuk kegiatan pembinaan dan pengawasan, Kementerian ESDM juga melakukan inventarisasi jumlah tenaga kerja khususnya TKA, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peningkatan kompetensi tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan dan melakukan pembinaan dan pengawasan pada proses alih teknologi dari TKA ke TKI.
Khusus untuk TKA, berdasarkan PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba dan Permen ESDM 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba dan Batubara, Ridwan mengatakan TKA memang boleh dipekerjakan apabila memenuhi beberapa kondisi.
Pertama yaitu, apabila tidak terdapat tenaga kerja setempat dan atau nasional yang memiliki kompetensi dan atau kualifikasi yang dibutuhkan, maka Badan Usaha dapat menggunakan tenaga kerja asing dalam rangka alih teknologi atau keahlian. Kedua, penggunaan TKA dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
“Ini yang kami lakukan, koordinasi yang kami lakukan dengan baik secara berkala dengan Kemenaker,” ujar Ridwan. Menurut Ridwan, setidaknya ada sekitar 95 jabatan yang dapat diduduki oleh TKA (positive list) dengan berbagai kriteria dan syarat).
Penyesuaian daftar jabatan dan persyaratannya ini disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap kebutuhan perusahaan dan ketersediaan TKI. Adapun jabatan yang boleh diisi oleh TKA yakni direksi, advisor, spesialis, tenaga ahli, manajer, dan general superintendent.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin. Foto: bppt.go.id
Syarat yang harus dipenuhi oleh TKA untuk menduduki jabatan tersebut yaitu pendidikan S1-S2, memiliki sertifikat keahlian dan kompetensi sesuai dengan jabatan, memiliki pengalaman kerja 10-15 tahun, maksimal masa kerja 3-5 tahun dan maksimal usia 50-55 tahun.
“Ini semua kami atur untuk memaksimalkan ketersedian TKA dan tetap menjaga pengutamaan TKI,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga mewajibkan perusahaan pemberi kerja untuk memiliki RPTK dan menunjuk TKI pendamping untuk alih teknologi dan keahlian dari TKA. Selain itu perusahaan juga diminta untuk melaksanakan diklat bagi TKI pendamping sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki TKA, dan memulangkan TKA ke negara asalnya setelah perjanjian kerja berakhir.
Terakhir, Ridwan mengeklaim pihaknya juga melakukan penguatan TKI dengan cara bekerja sama dengan 56 prodi di berbagai perguruan tinggi untuk melakukan link and match antara kebutuhan industri dan penyediaan lapangan kerja. “Kami juga melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dan penyedia beasiswa termasuk LPDP untuk meningkatkan kemampuan TKI,” ujarnya.