Daya Beli Turun & Gaji Stagnan, Serikat Buruh Minta UMP Naik 10 Persen

29 September 2024 7:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi yang tergabung dalam Poros Buruh menggelar demonstrasi di depan Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi yang tergabung dalam Poros Buruh menggelar demonstrasi di depan Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah diminta mengerek Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8 persen hingga 10 persen pada 2025. Penyebab utamanya adalah daya beli pekerja yang menurun.
ADVERTISEMENT
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal selama lima tahun terakhir, upah minimum di Indonesia tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Utamanya dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah minimum berada di bawah angka inflasi.
Dampaknya, daya beli pekerja menurun. Hal ini yang membuat buruh mengajukan kenaikan upah untuk 2025 sebesar 10 persen.
“Kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8 persen. Namun, KSPI mengusulkan penambahan 2 persen sehingga kenaikannya menjadi 10 persen untuk daerah-daerah yang memiliki disparitas upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di wilayah-wilayah tersebut,” ujar Said Iqbal melalui keterangan tertulis dikutip Minggu (29/9).
Menurut dia, kenaikan upah di Indonesia tidak setara dengan tingkat inflasi. Hal ini menyebabkan upah riil buruh terus menurun, meskipun secara nominal terlihat dikerek.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan pidatonya dalam peringatan Tiga Tahun Kebangkitan Klas Buruh di Istora, kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Said Iqbal menjelaskan dalam sepuluh tahun terakhir upah riil buruh turun sekitar 30 persen. Upah riil adalah upah nominal yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen.
ADVERTISEMENT
“Kenaikan harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal, sehingga buruh terus terbebani dan daya beli mereka merosot tajam. Sebagai contoh di wilayah Jabodetabek, inflasi mencapai 2,8 persen, namun kenaikan upah hanya 1,58 persen. Ini artinya buruh nombok setiap bulan,” terangnya.
Dia memandang kenaikan upah minimum sebesar 8 persen hingga 10 persen pada 2025 dapat memulihkan daya beli buruh dan mengurangi disparitas upah antar daerah. Akhirnya, dapat mendorong kesejahteraan pekerja di Indonesia.
Meskipun kenaikan UMP 2025 sebesar 8 persen hingga 10 persen tersebut menurut dia hanya akan meningkatkan daya beli buruh sekitar 5 persen. Padahal, dalam 10 tahun terakhir, daya beli buruh turun sebesar 30 persen.
"Dengan demikian, meskipun upah minimum tahun 2025 naik sebesar 8 persen hingga 10 persen, daya beli buruh tetap akan turun sekitar 25 persen. Dalam hal ini, buruh masih akan merasakan beban karena kenaikan upah tersebut telah termakan oleh kenaikan indeks harga konsumen," tutur Said Iqbal.
Ratusan buruh melakukan demonstrasi di depan gerbang PT. Royal Coconut Gorontalo, Kamis (21/10/2021). Foto: Franco Bravo Dengo/kumparanPLUS
Dasar dari usulan kenaikan UMP tahun 2025 sebesar 8 persen hingga 10 persen tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 (PP 51/2023). Menurutnya, PP 51/2023 sejak awal ditolak oleh seluruh serikat buruh.
ADVERTISEMENT
Dasar hukum dari PP Nomor 51 tersebut adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini sedang digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh KSPI, KSPSI, AGN, dan Partai Buruh.
Sementara, hingga kini, belum ada keputusan dari MK. Dengan demikian Said melihat, pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 dalam perhitungan UMP 2025.