Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Daya Tarik Pekerjaan Mentereng dalam Jebakan Love Scamming
9 Februari 2025 12:03 WIB
·
waktu baca 5 menit![Ilustrasi kencan online. Foto: Shutter Stock](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01grb54syqdvkr8ybp4fqvjnk1.jpg)
ADVERTISEMENT
Hanya butuh beberapa baris teks dan satu foto profil menarik untuk menciptakan ilusi yang sempurna. Sebuah profesi mentereng, janji masa depan yang indah, dan bujuk rayu yang seolah-olah tulus.
ADVERTISEMENT
Semua itu cukup untuk menjebak seseorang dalam perangkap love scamming , penipuan berbasis asmara yang makin marak terjadi di era digital.
Bagi banyak orang, pekerjaan bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi juga simbol status sosial. Pengamat Ketenagakerjaan, Tajudin Nur Efendy, menyebut pekerjaan memiliki peran mendasar dalam kehidupan manusia.
“Pekerjaan kan sumber kehidupan orang kan ya, jadi sangat penting dong. Pekerjaan itu sebagai sumber ekonomi orang, status sosial orang. Juga merupakan apa namanya, sumber kehidupan utama kan pekerjaan. Makan itu pekerjaan bagian yang penting dalam kehidupan manusia,” kata Tajudin kepada kumparan.
Dalam dunia maya, seseorang bisa dengan mudah membangun identitas baru. Seorang scammer bisa mengaku sebagai dokter spesialis di rumah sakit ternama, insinyur di perusahaan teknologi besar, atau bahkan perwira militer yang sedang bertugas di luar negeri. Profesi yang mereka klaim bukan tanpa alasan, ada daya tarik tersendiri yang membuat korban lebih percaya dan mudah terpikat.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan bukan hanya faktor penunjang status sosial, tetapi juga menjadi alat untuk meyakinkan korban.
Mengapa Profesi yang “Keren” Begitu Efektif?
Love scammer memahami psikologi sosial. Mereka tahu profesi dengan prestise tinggi, seperti dokter, insinyur, atau pejabat pemerintahan, lebih mudah menimbulkan daya tarik dan membangun kepercayaan. Tajudin menambahkan, banyak orang mudah tertipu karena terpengaruh dengan kesan glamor yang ditampilkan di media sosial atau aplikasi kencan.
“Persoalannya, banyak orang-orang kita itu terpengaruh dengan apa namanya glamour. Wah, ini orang ini punya pangkat, ini bisa ngomong saya. Walaupun mereka belum pernah jumpa darat, tetapi di online itu kan bahasanya bisa dibuat sedemikian rupa seolah-olah dia memang orang yang sangat kompeten dengan pekerjaan itu,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Tajudin mempertegas, penipuan ini berjalan dengan memanfaatkan ekspektasi korban terhadap pasangan ideal. Seorang wanita yang mencari pasangan mapan dan bertanggung jawab, misalnya, akan lebih mudah tertarik pada pria yang mengaku bekerja sebagai dokter atau insinyur.
Hal ini pula yang dialami oleh Haqie Fahmia, seorang korban love scamming yang kehilangan Rp 87 juta setelah menjalin hubungan dengan pria yang mengaku sebagai seorang IT profesional. Dengan dalih ingin menguji sistem yang ia perbaiki, pria itu membujuk Haqie untuk mentransfer sejumlah uang hingga akhirnya saldo rekeningnya terkuras habis.
Wanita, Target Empuk Para Scammer?
Tidak bisa dimungkiri, wanita, terutama yang masih mencari pasangan, menjadi target utama dalam love scamming. Tajudin menyoroti wanita cenderung lebih mudah terbuai dengan janji dan kata-kata manis, terutama jika pria yang mereka temui di aplikasi kencan memiliki pekerjaan yang terdengar menjanjikan.
ADVERTISEMENT
“Wanita terutama yang belum punya, mungkin belum punya pasangan atau anu itu kan dia kan selalu melihat hal-hal yang indah. Katakan wanita, wah IT hebat ini orang ini, begini, begini, begini. Jadi dia gampang apa ya, gampang terlena dengan bahasa-bahasa yang katakan indah, menari,” ungkapnya.
Kasus Lidya, seorang perempuan yang tertipu oleh pria yang mengaku memiliki bisnis di Bandung, menjadi contoh nyata. Ia awalnya tergiur dengan skema bisnis yang ditawarkan, di mana ia harus membayar supplier sebelum mendapatkan keuntungan. Dalam tiga minggu, ia kehilangan hampir USD 3.000, sebelum akhirnya menyadari bahwa semuanya hanya jebakan.
Kasus ini menegaskan bukan hanya rayuan romantis yang digunakan scammer, tetapi juga manipulasi dengan iming-iming bisnis menguntungkan. Wanita yang ingin mandiri secara finansial atau mencari pasangan mapan, sering kali terjebak dalam skenario yang sudah dirancang dengan matang.
ADVERTISEMENT
Peran Anonimitas dalam Dunia Digital
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyoroti bagaimana dunia digital memungkinkan seseorang untuk menciptakan identitas palsu dengan sangat mudah.
“Saat ini, penipuan bisa dilakukan dengan media apa pun, dengan cara apa pun. Dunia digital saat ini masih sangat terasa ‘anonymous’ walaupun beberapa aplikasi diperlukan identitas asli, tapi media sosial hingga media kencan online, anonymous masih dapat dilakukan,” jelasnya.
Kondisi ini memperburuk situasi, karena verifikasi identitas dalam aplikasi kencan masih terbatas. Seseorang bisa saja menggunakan foto orang lain, menciptakan cerita pekerjaan palsu, dan membangun kepercayaan korban tanpa pernah bertemu secara langsung.
“Penipuan bisa terjadi dengan menggunakan preferensi korban terhadap suatu hal, salah satunya soal pekerjaan. Media sosial pun tidak mampu untuk melakukan verifikasi terkait dengan informasi secara detail,” tambah Nailul.
ADVERTISEMENT
Hal ini menjadi tantangan besar, karena banyak korban yang baru menyadari telah ditipu setelah mereka kehilangan uang dalam jumlah besar.
Perlunya Literasi Digital dan Langkah Pencegahan
Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menegaskan bahwa love scamming ini adalah persoalan literasi digital yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Ya sebenarnya ini persoalan literasi ya. Ini adalah hal yang harus menjadi perhatian pemerintah supaya ini dipastikan tidak ada korban-korban yang ketipu. Dan dipastikan pemerintah harus mengecek, mencari siapa pelakunya,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus lebih proaktif dalam melakukan edukasi dan pencegahan terhadap modus penipuan berbasis digital.
“Pencegahan satu dari literasinya, kedua dia bisa harusnya mengantisipasi apa yang terjadi gitu ya misalnya ada sesuatu yang muncul gitu. Jadi sebelum ada orang yang kena dia harus bisa diantisipasi dengan ditertibkan lebih dahulu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Tajudin Nur Efendy menekankan pentingnya kehati-hatian dalam berinteraksi dengan orang yang baru dikenal secara online.
“Jangan percaya kalau kita belum kenal, dan belum manusia orang sekali. Jangan percaya zaman sekarang ini lewat online. Penipuan itu kan banyak sekali,” pesannya.
Ia juga menambahkan, sebelum benar-benar percaya pada seseorang, pastikan untuk memverifikasi identitas dan pekerjaan mereka dengan cara yang lebih akurat. Seperti mencari informasi tentang kantor tempat mereka bekerja atau meminta bukti konkret tentang profesi yang mereka klaim.
“Jangan lupa lakukan background checking sebelum dekat dengan seseorang. Apalagi yang dikenal dari online,” tegasnya.