Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1

ADVERTISEMENT
Di tengah banyaknya korban PHK saat pandemi COVID-19 melanda, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan aturan baru yang menuai banyak protes. Aturan itu adalah pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dilakukan saat pekerja berumur 56 tahun.
ADVERTISEMENT
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini langsung banjir kritikan. Mulai dari anggota DPR, serikat buruh, hingga munculnya petisi online yang ditandatangani hampir 300 ribu pekerja per Minggu siang (13/2).
Para pekerja pun turut buka suara terkait kebijakan yang bakalan berdampak langsung pada mereka ini. Menurut Fadli (27 tahun) mestinya uang yang disisihkan dari gaji pekerja selama bekerja tersebut tak dibatasi oleh pemerintah kapan ingin diambil.
Fadli merupakan pekerja yang turut merasakan dampak aturan Kemnaker tersebut. Ia sebelumnya sudah dua kali mengalami PHK dan dirumahkan sejak pandemi COVID-19.
"Lah JHT itu berasal dari keringat kita sendiri kok, bukan jatah dari pemerintah buat warganya. Kecuali kalau saldo JHT berasal dari pemerintah, barulah itu atur-atur," ujar Fadli kepada kumparan, Minggu (12/2).
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga diungkapkan Audri (29 tahun). Kala pandemi membuatnya kehilangan pekerjaan sebagai karyawan swasta di Jakarta, Audri mesti menjalani pekerjaan berdasarkan proyek atau kontrak. Alhasil, saat ia tak lagi memiliki pekerjaan, JHT menjadi semacam kartu AS baginya untuk menambal kebutuhan hidup sembari mencoba usaha sampingan.
"JHT itu membantu aku bertahan hidup pas waktu terkena PHK. Jadi enggak kebayang kalau sekarang mesti menunggu umur 56 tahun," ujar Audri.
Kemnaker telah memberikan alasan bahwa keputusan tersebut diambil dengan tujuan mengembalikan niat awal tabungan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebagai dana pensiun.
Dalam aturan terbaru ini, dana JHT baru bisa diklaim penuh saat pekerja berumur 56 tahun, mengalami kecelakaan kerja hingga cacat, atau meninggal dunia.
Sementara untuk pekerja yang sudah ikut kepesertaan selama 10 tahun, bisa juga mencairkan dana sebesar 30 persen buat perumahan serta maksimal 10 persen buat keperluan lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu pekerja di perusahaan swasta, Irvan (30 tahun) tidak sepenuhnya bisa menerima alasan tersebut. Soalnya, dia juga menilai program tersebut mestinya bisa lebih fleksibel lantaran iurannya dipotong dari penghasilan per bulan karyawan.
"Kecuali kita kerja aman seperti PNS ya. Kalau pekerja swasta kan sewaktu-waktu bisa saja tidak aman," ujar Irvan.
Dua unggahan penjelasan Kementerian Ketenagakerjaan di media sosial juga dibanjiri komentar. Dalam unggahan terakhir pagi ini misalnya, penjelasan Kemnaker seputar hak lainnya pekerja yang kena PHK, tak sedikit komentar yang mengarah pada penolakan aturan tersebut.
"Itu duit orang yang udah susah payah dicari, tolong lah jangan dimacem-macemin," tulis akun @zakkybudiman.
"Team dari Kemnaker harusnya lihat kondisi real di lapangan, di mana banyak perusahaan tidak memberikan apa yang menjadi hak pekerja," timpal akun @rickykristiatno.
ADVERTISEMENT
"Atau uangnya memang enggak ada, dipakai oleh kementerian," tulis akun @wulan0301.