Demi 3 Juta Rumah, Catatan Hitam Kredit Bisa Dikesampingkan?

26 Januari 2025 10:05 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara rumah subsidi yang telah selesai dibangun di Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara rumah subsidi yang telah selesai dibangun di Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Persyaratan BI Checking, atau kini disebut Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerap membuat calon debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) harap-harap cemas pengajuannya disetujui.
ADVERTISEMENT
Lidya (31) misalnya, sebagai pengguna kartu kredit dan pernah menerima pinjaman dari bank untuk keperluan lain, dia sempat khawatir SLIK OJK mengganjal pengajuan KPR-nya yang diurus oleh developer atau pengembang.
“Sempat khawatir sih, soalnya pernah kredit ke bank tapi saya selalu bayar lancar dan rutin. Pembayaran kartu kredit juga saya enggak pernah telat, jadi semua lancar,” ungkapnya saat dihubungi kumparan.
Kendati begitu, Lidya bersyukur segala proses lancar karena catatannya bersih dan belum pernah mengajukan pinjaman online (pinjol). Dia juga memastikan tidak menemui kendala dalam pemenuhan syarat screening SLIK OJK.
“Saya mengajukan KPR melalui developer dan developer yang mengurus ke bank. Data SLIK kita ada dari pantauan OJK yang diberikan ke bank, karena selama ini saya enggak ada kendala dalam perbankan dan gak ikut-ikutan pinjol juga jadi saya aman dan lancar prosesnya,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara Isna (30) juga tidak mengalami kendala yang berarti dalam pengajuan KPR, lantaran belum pernah mendapat pinjaman apa pun sebelumnya. Hanya saja, dia sempat khawatir menjadi korban penyalahgunaan data untuk pengajuan pinjol ilegal yang menyebabkan ada catatan hitam di SLIK OJK.
“Saya tidak pernah ambil kredit atau utang sih, enggak takut ya. Takutnya itu lebih ke ternyata data diri saya selama ini dipake orang lain buat pinjol, soalnya dulu lagi ramai kan yang begitu,” katanya.
Saat itu, untuk screening SLIK OJK, Isna diminta bank melampirkan tangkapan layar aplikasi lokapasar atau e-commerce miliknya, untuk melihat apakah ada pembayaran yang tertunda.
Sebagai generasi Z, Yuliana (24), tidak lepas dari tren Buy Now Pay Later (BNPL) yang kini marak di kalangan anak muda. Namun, karena tidak pernah ada keterlambatan atau gagal bayar, KPR-nya pun dengan mudah disetujui.
ADVERTISEMENT
“Soal SLIK aku pribadi, sudah merasa aman dan bersih, walaupun pas ngajuin belum pernah cek. Soalnya selama pakai kartu kredit atau PayLater selalu lancar enggak pernah telat juga. Jadi udah merasa aman soal SLIK,” tuturnya.
Ilustrasi Pengajuan KPR. Foto: Shutterstock
Polemik SLIK OJK mengganjal pengajuan KPR dibenarkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi. Anak-anak muda yang menggandrungi PayLater dan pinjol kerap menjadi sasaran.
“Kita sudah dapat salah satu bank yang menyediakan banyak kredit untuk KPR itu loh, mengatakan ‘Bu ini banyak anak-anak muda yang nggak bisa dapat karena udah kena di SLIK-nya padahal dia hanya utang di payLater itu berapa ratus ribu tetapi macet dan lain-lain’,” kata Kiki saat ditemui di JCC Senayan, Kamis (24/8/2024).
ADVERTISEMENT
Saat mengajukan pinjaman ke bank atau lembaga keuangan, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah skor kredit debitur atau peminjam. Di Indonesia, skor kredit ini tercatat dalam SLIK OJK.
Skor kredit SLIK OJK adalah penilaian terhadap kelayakan kredit seseorang berdasarkan riwayat keuangan mereka. Skor ini didasarkan pada data yang tercatat dalam SLIK, seperti konsistensi pembayaran cicilan dan jumlah pinjaman yang dimiliki.
Skor kredit dalam SLIK OJK terbagi menjadi lima kelompok, yaitu Kolektibilitas 1 (Kredit Lancar), Kolektibilitas 2 (Dalam Perhatian Khusus), Kolektibilitas 3 (Kredit Tidak Lancar), Kolektibilitas 4 (Kredit Diragukan), dan Kolektibilitas 5 (Kredit Macet).
Jika skor kredit yang dimiliki baik, peluang untuk mendapat pinjaman dana dari bank atau lembaga pembiayaan akan semakin besar. Sebaliknya, jika skor kredit jelek, debitur akan sulit atau bahkan langsung ditolak untuk mengajukan pinjaman.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran soal SLIK OJK disikapi serius pemerintah, karena tidak ingin pencapaian target pembangunan 3 juta rumah, program prioritas Presiden Prabowo Subianto, terganggu. Program yang menyasar Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) itu pasti tidak lepas dari tetek bengek pengajuan KPR dari perbankan.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengaku menerima banyak keluhan dari pengembang terkait kendala proses SLIK OJK dalam pengajuan KPR.
"Ini pengembang banyak sekali komplain soal kena OJK checking. Saya tanya kalau OJK checking di siapa? Di Ibu Kiki (Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari)," kata Maruarar di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum, Senin (23/12).
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Maruarar pun langsung berkoordinasi dengan OJK pada 10 Januari 2025 lau. Hasilnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, otoritas bersama pemerintah sepakat membentuk satuan tugas (satgas) imbas banyak keluhan pembiayaan program 3 juta rumah.
ADVERTISEMENT
“Dalam menangani pengaduan itu secara lebih menyeluruh dan efektif akan dibentuk satuan tugas khusus bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta stakeholders terkait lainnya,” ungkapnya saat konferensi pers Dukungan OJK terhadap Program 3 Juta Hunian, Selasa (14/1).
OJK juga sepakat memberikan sederet kelonggaran bagi lembaga jasa keuangan untuk mendukung pembiayaan rumah tanpa memberlakukan pembatasan yang kaku, termasuk kepada debitur dengan riwayat kredit non-lancar.
Mahendra menegaskan, SLIK bukan bersifat sebagai daftar hitam alias blacklist debitur yang memiliki riwayat kredit non-lancar. Sebab, per November 2024, masih ada 2,35 juta rekening kredit baru yang diberikan kepada debitur dengan riwayat kredit non-lancar.
"SLIK itu berisi informasi yang bersifat netral, dan bukan merupakan informasi daftar hitam atau blacklist. SLIK digunakan untuk meminimalisasi asymmetric information dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan dan penerapan manajemen risiko oleh lembaga jasa keuangan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kemudahan lain yang akan diberikan OJK ihwal pengajuan KPR yakni penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon sampai Rp 5 miliar hanya didasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga yang dikenal dengan istilah satu pilar saja.
Pemberlakuan penilaian kualitas aset tersebut, kata Mahendra, bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya di mana bank menilai dengan tiga pilar yaitu prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Kemudahan selanjutnya yaitu KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam penghitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk risiko kredit. Dengan begitu, perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR.
“Kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya, antara lain kredit kepada korporasi dalam ketentuan itu bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot rendah sebesar 20 persen berdasarkan loan to value,” ujar Mahendra.
ADVERTISEMENT
Segudang kemudahan pengajuan KPR tersebut disambut baik oleh Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya. Dia selama ini mengeluhkan SLIK OJK menjadi daftar hitam debitur atau pengembang.
“Kadang hanya karena lupa menutup/melunasi kartu kredit yang nilainya cuma Rp 50 ribu, membuat pengembang masuk blacklist, ini yang kami keluhkan. Tapi kalau calon debitur punya tunggakan besar dan tidak ada upaya cicilan misalnya, ini yang harus dihindari,” jelasnya kepada kumparan.
Dengan demikian, Bambang menilai tetap diperlukan kebijakan yang rasional agar pemberian KPR oleh perbankan tidak semena-mena, sehingga program 3 juta rumah tetap dilaksanakan dengan prudent, hati-hati, serta risiko kredit macet tidak melonjak.
Sementara itu, Pengamat Perbankan Universitas Bina Nusantara (Binus), Doddy Ariefianto, mengkritisi keputusan OJK melihat SLIK sebagai data netral dan bukan daftar hitam untuk pembiayaan KPR.
ADVERTISEMENT
“Saya kurang setuju kalau SLIK OJK bersifat data netral, itu apa maksudnya? Aneh karena SLIK OJK itu memang blacklist, dibuat suatu database yang dikumpulkan dari yang pernah diberikan kredit bank dan mengemplang,” tegasnya.
Skor kredit, kata Doddy, sangat penting dan krusial bagi penilaian debitur oleh perbankan atau lembaga jasa keuangan lain. Pernyataan OJK tersebut mengubah aturan main SLIK untuk meminimalisasi risiko kredit tanpa ada force majeure.
Apalagi jika kemudahan pengajuan KPR dibantu oleh insentif dan bantuan yang mudah digelontorkan pemerintah untuk bank yang debiturnya mengalami gagal bayar, maka muncul potensi moral hazard.
“Kalau benar mau melonggarkan artinya masuk di (kredit macet) SLIK juga enggak ngaruh, wah itu moral hazard jelas. Nanti semua yang tukang ngemplang datang ramai-ramai ke banknya,” ucap Doddy.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan pelonggaran syarat pengajuan KPR oleh OJK, Doddy memastikan risiko kredit macet otomatis akan meningkat walaupun tren kenaikan gagal bayar debitur belum bisa dipastikan.
Di sisi lain, Doddy melihat perbankan yang prudent dan berhati-hati pasti masih akan tetap selektif terhadap pengajuan KPR ke depannya. Sebab, akhir dari keputusan penyaluran kredit tetap ada di tangan masing-masing perbankan.
“Kalau risiko ditanggung sendiri, saya ragu bank ada yang mau artinya business as usual, kecuali ada yang di-backup (pemerintah) itu kan kita belum tahu, tapi misalnya kalau terjadi gagal bayar pemerintah akan bantu sekian-sekian nggak ngerti lagi, tapi itu moral hazard,” tandas Doddy.
OJK mencatat penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 7.827 triliun, naik 10,39 persen secara tahunan atau year on year (yoy) sepanjang 2024. Dari sisi kualitas kredit, per Desember 2024 tercatat kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Gross sebesar 2,08 persen, sedangkan NPL Net di level 0,74 persen.
ADVERTISEMENT