Demi Swasembada Gula & Energi Bersih, Jokowi Mau 700 Ribu Ha Lahan Tebu Baru

2 September 2023 11:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo berjalan di kebun tebu Temugiring PTPN X Batankrajan, Gedeg saat kunjungan ke Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (4/11/2022).  Foto: Umarul Faruq/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo berjalan di kebun tebu Temugiring PTPN X Batankrajan, Gedeg saat kunjungan ke Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (4/11/2022). Foto: Umarul Faruq/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Demi menciptakan swasembada gula nasional hingga energi bersih, Presiden Jokowi ingin menambah lahan baru seluas 700 ribu hektar untuk perkebunan tebu. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
ADVERTISEMENT
Dalam rangka percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai biofuel, dalam Perpres tersebut telah ditetapkan peta jalan salah satunya dengan penambahan areal lahan baru perkebunan tebu.
"Penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektar yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu rakyat, dan lahan kawasan hutan," tulis Pasal 3 Ayat 1B Perpres tersebut, dikutip Sabtu (2/9).
Sumber lahan kawasan hutan yang dimaksud adalah diperoleh melalui perubahan peruntukan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, dan/atau pemanfaatan kawasan hutan dengan perhutanan nasional dan sistem multi usaha.
Dalam peta jalan dalam Perpres tersebut pemerintah juga menargetkan peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektar melalui melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, sampai tebang muat angkut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah menargetkan peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2 persen. Dan juga meningkatkan kesejahteraan petani tebu.
Untuk target waktu, pemerintah menargetkan swasembada gula untuk kebutuhan konsumsi paling lambat pada 2028, lalu pencapaian swasembada gula untuk kebutuhan industri paling lambat pada 2030. Serta pencapaian peningkatan bioetanol yang berasal dari tanaman tebu minimal 1,2 juta kilo liter paling lambat terwujud tahun 2030.

1,2 Juta KL Bioetanol Tebu Suplai Bahan Campuran Bensin

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengumumkan ada 3 produk bensin yang dijual di tahun 2024, yaitu Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo. Artinya, BBM jenis Pertalite bakal dihapus tahun depan.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, tiga produk yang akan dipasarkan Pertamina adalah Pertamax Green 92 dengan mencampur RON 90 dengan 7 persen etanol yang disebut E7, kedua Pertamax Green 95 mencampur Pertamax dengan 8 persen etanol jadi E8, dan Pertamax Turbo.
Hadirnya Perpres 40 tahun 2023 tersebut diharapkan dapat memberi tambahan suplai 1,2 juta kilo liter bioetanol sebagai bahan campuran bensin. Nicke juga meminta dukungan pemerintah, salah satunya membebaskan bea cukai bioetanol. Dengan investasi dari bioetanol di Indonesia, maka Pertamina akan melakukan impor bioetanol terlebih dahulu.
"Tapi enggak masalah karena kita juga impor gasoline. Kita hanya mengganti saja impor gasoline dengan etanol, secara emisi lebih baik. Sementara kita belum memenuhi produksi dalam negeri, kita minta ada pembebasan dari pajak impornya," tutur Nicke.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, Menteri ESDM Arifin Tasrif memastikan belum ada kajian yang dilakukan oleh pemerintah terkait usulan tersebut. Hanya saja, dia menegaskan anggaran negara belum siap untuk mensubsidi produk Pertamax Green 92.
"Enggak ada tambahan subsidi. Ongkosnya siapa, dari mana?" tegasnya kepada awak media di kompleks parlemen, Kamis (31/8).
Pertamax Green 92 merupakan produk bioetanol hasil campuran Pertalite dengan Etanol 7 persen (E7). Menurut Arifin, produk tersebut terlalu mahal jika ingin disubsidi. "Biaya naik, siapa yang mau bayar?" lanjut Arifin.
Mentan Syahrul Yasin Limpo saat panen dan tanam tebu untuk gula konsumsi di Desa Sidamulya, Kabupaten Cirebon. Foto: Kementan RI

Kebutuhan Gula untuk Pangan dan Industri Kurang

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartawasmita sebelumnya mengatakan, saat ini pabrik gula yang mengolah raw sugar menjadi Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri makanan, minuman dan farmasi (maminfar), terdiri dari 11 pabrik gula rafinasi (PGR) dengan kapasitas sebesar 5,016 juta ton per tahun.
ADVERTISEMENT
Sementara, jumlah pabrik yang masih aktif berproduksi mengolah tebu menjadi Gula Kristal Putih (GKP) untuk pemenuhan konsumsi langsung di Indonesia sebanyak 59 pabrik, terdiri dari 40 pabrik gula milik BUMN dan 19 pabrik gula swasta. Dari jumlah pabrik tersebut, total kapasitas terpasang nasional mencapai 324.350 TCD (ton cane per day).
Sedangkan, pasokan gula nasional dari produksi industri gula berbasis tebu dalam negeri tahun 2023 berdasarkan hasil taksasi diperkirakan hanya mencapai 2,7 juta ton. Jumlah tersebut masih terlampau kecil dibanding kebutuhan gula nasional saat ini.
“Kami perkirakan kebutuhan gula nasional tahun 2023 sekitar 6,8 juta ton per tahun, yang terdiri dari kebutuhan gula untuk rumah tangga sebesar 3,4 juta ton, dan untuk industri maminfar 3,4 juta ton, sudah termasuk di dalamnya kebutuhan gula untuk industri kecil menengah (IKM) sebesar 400-500 ribu ton,” ungkap Agus dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT