Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
DEN Sebut Target Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen Sulit Tercapai Tanpa Energi Nuklir
10 Desember 2024 14:30 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Dewan Energi Nasional (DEN) menegaskan betapa pentingnya implementasi energi baru nuklir di Indonesia, apalagi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen sesuai target Presiden Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Anggota DEN dari Pemangku Kepentingan Kalangan Akademisi, Agus Puji Prasetyono, menuturkan saat ini pertumbuhan kapasitas pembangkit di Indonesia masih rendah, sekitar 5 gigawatt (GW) per tahun, dengan konsumsi energi 30 kilowatt per hour (KWh) per kapita.
Sementara untuk menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen dan keluar dari middle income trap (jebakan ekonomi kelas menengah), lanjut Agus, produksi listrik harus naik 3 kali lipat. Hal tersebut dinilai baru bisa tercapai dengan bantuan nuklir.
"Nuklir itu harus masuk dalam bauran energi kita, bukan karena kita itu fanatik terhadap nuklir harus masuk dan kita dikotomi antara pro dan kontra, tapi merupakan suatu keharusan. Keterbatasan energi terbarukan itu tidak akan bisa kita mengeluarkan diri dari middle income trap kita," katanya saat Anugerah DEN 2024, Selasa (10/12).
ADVERTISEMENT
Agus mengatakan, DEN kini tengah menyusun Revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN). Saat ini, rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) KEN terbaru masih dalam tahap penyesuaian bersama pemerintah.
Dia membeberkan salah satu isi dari dokumen tersebut mengenai peningkatan kapasitas energi baru terbarukan (EBT), termasuk nuklir. Pada dasarnya, kata dia, kapasitas energi terbarukan Indonesia sangat terbatas.
"Di tahun 2045, kita ini sebenarnya hanya memiliki energi terbarukan yang sangat terbatas. Jadi kalau kita maksimalkan energi terbarukan kita, itu hanya ketemu 890 TWh (terawatt per hour)," ungkapnya.
Kemudian, jika dikombinasikan dengan pembangkit batu bara ultra supercritical dan pembangkit listrik turbin gas siklus gabungan, maka hanya menghasilkan 300 TWh.
Selanjutnya, jika ditambah dengan potensi energi angin menggunakan baterai energy storage system (BESS) yang sangat masif, itu hanya memproduksi listrik sekitar 1.548 TWh.
ADVERTISEMENT
"Padahal ketika tahun 2045, kita perlu sekitar 1700 TWh, sesuai dengan prediksi pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan untuk mendukung tadi itu, keluar dari middle income trap," jelas Agus.
Dengan demikian, Agus menilai peran nuklir sangat krusial untuk mempertemukan kebutuhan listrik yang masih ada jarak dengan potensi EBT yang ada saat ini. Setidaknya butuh total 18 GW pembangkit nuklir di tahun 2045.
"Dengan nuklir, kalau kita di tahun 2045 itu ada 18 GW, maka kita akan bisa kumpulkan 158 TWh, maka akan cukup menumbuhkan ekonomi kita," kata Agus.
Lebih lanjut, dia menjelaskan peta jalan pengembangan pembangkit nuklir. Pada tahun 2031-2035 diharapkan PLTN pertama di Indonesia sebesar 250 MW terbangun. Lalu pada 2036-2040 ditargetkan kapasitas PLTN naik menjadi 8 GW.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tahun 2041-2050, target kapasitas PLTN bisa naik hingga 21 GW. Sementara pada tahun 2060, kapasitas PLTN diharapkan naik menjadi 45-54 GW.
"Tidak terlalu besar PLTN, itu hanya sekitar 10 persen dari bauran energi nasional. Kalau kita hitung, maka power generation roadmap ini di revisi kebijakan energi kita, pertumbuhannya 13,25, GW," pungkas Agus.