Derita Petani Sawit Saat Lebaran, Gara-gara Jokowi Larang Ekspor CPO

8 Mei 2022 7:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
Aktivitas Petani Plasma Kelapa Sawit Asian Agri di Provinsi Riau, Jumat (22/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas Petani Plasma Kelapa Sawit Asian Agri di Provinsi Riau, Jumat (22/3). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Keputusan Presiden Jokowi melarang ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan bahan baku minyak goreng lainnya menimbulkan dampak negatif untuk para petani. Harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani anjlok hingga di bawah harga yang ditentukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengungkapkan, harga TBS jatuh sejak sebelum lebaran sampai sekarang.
Penyebabnya adalah kesimpangsiuran informasi harga TBS di semua stakeholder sawit, baik itu petani, pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS), dan Dinas Perkebunan (Disbun) tentang dampak pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya.
Kesimpangsiuran ini memberikan kesempatan besar bagi para pemain atau spekulan harga TBS sawit. Sehingga, PKS yang mematuhi patokan harga TBS sawit yang ditentukan pemerintah.
"Luar biasanya, tidak satupun PKS yang patuh terhadap harga penetapan Disbun dan SE Plt Dirjenbun, baik TBS petani plasma maupun petani swadaya, meskipun petani plasma lebih baik sedikit harganya, tetapi sama-sama anjlok," ujar Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung, kepada kumparan, Sabtu (7/5).
ADVERTISEMENT
Kekacauan diperparah oleh gagalnya beberapa tender PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN). Kata dia, semua peserta tender berlomba-lomba menawar dengan harga rendah, di mana tender CPO KPBN sejak 22 April sampai 28 April semua berakhir tragis alias WD (tidak saling sepakat).
"Penawaran tertinggi di 28 April hanya Rp 12.000 per kg CPO, sementara KPBN membuka harga Rp.16.218 (Dumai) dan hasilnya WD. Padahal hasil tender KPBN selalu menjadi kiblat penetapan harga TBS di 22 Provinsi Apkasindo," jelasnya.
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Yogie Hizkia/Shutterstock
Di lain sisi, menurut Gulat, para petani sawit semakin gigit jari karena secara bersamaan harga CPO dunia sudah mencapai Rp 24.565 per kg. Kondisi ini membuat petani sawit Malaysia ketiban untung karena harga TBS mereka sudah di atas Rp 5.000 per kg.
ADVERTISEMENT

Petani Sawit Berharap Larangan Ekspor Segera Dicabut

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto, mengatakan saat ini harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit terpantau masih jauh dari ketentuan pemerintah setempat.
Mansuetus mengungkapkan, harga TBS sawit patokan pemerintah masih mengikuti bulan April, karena harga patokan selanjutnya akan ditentukan di akhir Mei. Dia berkata, harga yang diatur masih Rp 3.600 hingga Rp 3.700 per kilogram (kg).
Kendati begitu, lanjut dia, hampir seluruh PKS hanya mau membeli dengan harga yang ditentukan mereka secara sepihak. Harga tersebut tentu jauh di bawah harapan para petani sawit.
"Namun (harga TBS sawit) di petani mandiri atau petani swadaya masih jauh di bawah harapan, di harga Rp 1.200 hingga Rp 2000 per kg," ujar Mansuetus saat dihubungi kumparan, Sabtu (7/5).
ADVERTISEMENT
Mansuetus menuturkan, petani sawit berharap agar kebijakan larangan ekspor CPO tidak akan diterapkan terlalu lama. Selain itu, para petani juga memberikan sederet solusi konkret untuk pemerintah memastikan kesejahteraan petani sawit.
Pertama, memberikan subsidi pupuk langsung kepada petani. Kemudian, menurunkan program B30 menjadi B20 saja untuk bahan baku minyak goreng, dan membangun refinery minyak goreng yang dimiliki oleh BUMN dan koperasi petani.
"Bangun koperasi dan fasilitasi kemitraan dengan perusahaan. Karena petani swadaya itu yang ditekan oleh perusahaan dan tengkulak. Pemerintah sudah mewajibkan pabrik sawit beli dari petani melalui kelembagaan tani, tapi banyak tidak patuh ini soal ini," ungkapnya.

Dampak Bila Larangan Ekspor CPO Tak Dicabut Usai Libur Lebaran

Pengusaha sawit optimistis kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunannya akan berakhir tak lama usai libur lebaran. Pengusaha sawit menyebut banyak dampak negatif yang ditimbulkan apabila larangan ekspor CPO tidak dicabut.
ADVERTISEMENT
Perusahaan sawit asal India, Adani Wilmar, memperkirakan Indonesia akan membuka kembali ekspor CPO pada 10 Mei 2022 karena keterbatasan tempat penyimpanan.
Lantas, bagaimana kondisi tangki tandan buah segar (TBS) sawit setelah larangan ekspor CPO, terutama saat lebaran?
Ilustrasi kebun sawit. Foto: Shutter Stock
Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) akan mengatur tangki agar tidak penuh saat periode lebaran.
“Mereka (Adani Wilmar) prediksinya enggak salah, artinya bisa dihitung sesuai kemampuan penyimpanan tangki dan jumlah PKS di Indonesia,” katanya kepada kumparan, Kamis (5/5).
Eddy menyebut jumlah TBS sawit mencapai lebih dari 30 juta ton akibat tren produksi kian meningkat. Apabila produksi minyak libur selama lebaran, buah TBS akan semakin menumpuk.
ADVERTISEMENT
“Mau ditaruh di mana TBS sawit? Tidak semua TBS sawit bisa diterima, ada aturannya seperti waktu penerima TBS sawit,” ujarnya.
Dengan adanya penghentian ekspor CPO, Eddy mengeklaim kondisi tangki akan semakin penuh dan produksi terhambat. Buah TBS yang seharusnya diproduksi malah akan rusak dan membusuk.
“Kalau buahnya rusak, produksi akan menurun dan menunggu 6 bulan lagi hingga TBS sawit dipanen,” ujarnya.