Devisa Rp 500 Triliun Tergerus Tiap Tahun Akibat RI Ketergantungan Impor Migas

14 Oktober 2024 14:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pengeboran Migas Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengeboran Migas Pertamina. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Ketergantungan impor migas setiap tahun menggerus devisa yang tak sedikit atau sekitar Rp 500 triliun per tahun. Nilai devisa yang tergerus itu tentu menimbulkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan salah satu kebutuhan dolar terbesar ada di sektor energi. Untuk itu, kini pemerintah berupaya untuk menekan impor migas dengan meningkatkan program biodiesel 40 persen.
Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo ke depan akan meningkatkan program biodiesel menjadi 50-60 persen (B50-B60). Saat ini Bahlil menghitung kebutuhan untuk meningkatkan campuran minyak kelapa sawit dengan solar itu.
"Karena sekarang B40 sudah selesai di uji coba. Nah kalau ini mampu kita lakukan, kemudian kita geser sebagian untuk menuju kepada energi baru-terbarukan dengan mengoptimalkan mobil-mobil listrik dan motor listrik," imbuh dia.
Kebutuhan migas sebesar 49 persen untuk memenuhi sektor transportasi. Sementara sekitar 30 persen untuk memasok sektor industri.
"Jadi maka caranya bagaimana untuk kita menuju kepada kedaulatan energi? Menaikkan lifting dengan tiga pola. Sumur yang ideal kita harus aktifkan. Sumur yang berjalan kita harus intervensi dengan teknologi agar meningkatkan kapasitas," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Bahlil mencatat total sumur untuk lifting migas di Indonesia sebanyak 44.900 lokasi. Sayangnya, hanya 16.600 sumur migas yang aktif.
"16.600 itu ideal. Setelah di breakdown lagi, ada kurang lebih sekitar 5.000 sumur yang bisa kita optimalkan. Nah ini yang kita kejar," kata dia di acara Repnas National Conference & Awarding Night, Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Senin (14/10).
Ketua Umum Partai Golkar ini menuturkan kegiatan eksplorasi harus semakin masif, khususnya di kawasan Indonesia timur. Kegiatan eksplorasi ini tentu saja memakan biaya yang cukup besar dan membutuhkan waktu yang cepat.