Di Balik Revisi Skema Gross Split untuk Bagi Hasil Migas

5 Agustus 2020 16:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengeboran minyak dan gas Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeboran minyak dan gas Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian ESDM membeberkan alasan mengubah aturan tentang kontrak bagi hasil (PSC) perusahaan migas yang berusaha di Indonesia dari yang sebelumnya hanya menggunakan skema Gross Split, kini boleh bebas memilih Cost Recovery.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, sejak 2017, kontraktor yang mendapatkan kontrak baru atau perpanjangan kontrak wajib menggunakan skema Gross Split.
Leluasanya kontraktor memilih skema bagi hasil ini tercermin dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang diteken Arifin pada Rabu (15/7).
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan, perubahan itu terjadi karena di dalam UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 disebutkan bentuk kontrak kerja sama dinyatakan dapat berupa kontrak bagi hasil ataupun kontrak kerja sama lain yang lebih menguntungkan negara.
Karena itu, kata dia, perubahan aturan ini bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi Indonesia sembari tetap menjaga iklim investasi migas di dalamnya. Perubahan aturan ini memberikan fleksibilitas kontraktor dalam memilih skema bagi hasil.
Plt Dirjen Migas ESDM Ego Syahrial. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Sebelum ada perubahan ini, Permen ESDM mengenai Kontrak Bagi Hasil Gross Split mengalami tiga kali perubahan. Aturan pertama terbit dalam Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 yang salah satu isinya memberikan tambahan bagi hasil untuk komersialisasi lapangan maksimal 5 persen.
ADVERTISEMENT
Tidak lama kemudian, aturan tersebut diubah dalam Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 yang mengganti aturan tambahan bagi hasil untuk komersialisasi lapangan menjadi tergantung keekonomian lapangan tersebut.
Lalu pada 2019 aturannya direvisi dalam Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2019 yang memasukkan penyempurnaan variabel Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Nah baru masuk ke perubahan ketiga di Permen 12/20 ini bahwa kontrak kerja sama kita, badan usaha diberikan fleksibilitas apakah mau Gross Split atau Cost Recovery. (Dalam merevisi aturan ini) pemerintah mendengar berbagai aspirasi, tujuannya agar iklim investasi migas bisa terjaga dengan baik," kata Ego dalam konferensi pers virtual Kementerian ESDM, Rabu (5/8).
Investasi migas nasional terus mengalami tren penurunan. Di tahun ini saja, realisasi sampai kuartal II 2020 baru mencapai USD 5,6 miliar atau 39 persen dari target USD 14,5 miliar. Rinciannya, hulu USD 4,8 miliar dan hilir USD 712 juta.
ADVERTISEMENT
Lesunya investasi hulu migas nasional karena rata-rata kontraktor dunia memangkas belanja modal mereka atau capital expenditure (capex) 30 persen akibat tertekan wabah virus corona.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Mustafid Gunawan mengatakan dengan perubahan aturan ini, untuk wilayah kerja yang akan berakhir yang di Permen ESDM sebelumnya, alih kelola itu ditujukan untuk Gross Split, kini boleh memilih Cost Recovery.
"Kedua, untuk wilayah kerja baru pun mengikuti ketentuan dalam Permen 13/2020 yang artinya secara aturan dipahami berlaku dengan Gross Split dalam Permen ini kita buka kerjasama atau kesempatan untuk kerja sama yang lain," ujarnya.