Di Hadapan Milenial Sandi Kenang Masa Kecil: Buka Jendela Lihat Pipa Migas

27 Agustus 2020 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sandiaga Uno di Rest Area Tol Jakarta-Merak. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sandiaga Uno di Rest Area Tol Jakarta-Merak. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Sandiaga Uno mengenang masa kecilnya yang tinggal di kawasan industri hulu minyak dan gas di Rumbai, Pekanbaru, Riau. Daerah tersebut merupakan kawasan usaha pertambangan migas Lapangan Minas yang dipegang Chevron selama puluhan tahun.
ADVERTISEMENT
Saking dekatnya dengan lingkungan migas, setiap bangun tidur, pemandangan yang dilihat adalah tanki-tanki minyak dan jalur pipanya. Pemandangan itu dilihatnya sejak masih kanak-kanak karena lahir di kawasan tersebut.
"Saya ini bayi yang lahir di tengah Ladang Minas 51 tahun yang lalu. Saya lahir, lumayan masa kecil saya di Rumbai dan selalu yang jadi bayangan saya yaitu tanki minyak, pipa, dan pump head yang terus bergerak-gerak. Itu bayangan saya atas masa kecil saya," kata Sandi dalam acara Webinar SKK Migas bersama kumparan, Kamis (27/8).
Sandi tinggal lama di Rumbai karena bapaknya seorang lulusan Institut Teknologi Bandung yang bekerja di perusahaan migas Chevron. Saat itu, produksi minyak Chevron sangat melimpah.
Ketika besar, Sandi pun mendapatkan beasiswa dari Chevron. Tapi bukan di bidang perminyakan, namun di bidang keuangan. Usai menyelesaikan studinya, Sandi sempat bekerja di beberapa perusahaan migas.
Sandiaga Uno saat mengajak masyarakat lelang brand lokal untuk bantu tangani virus corona. Foto: Dok. Sandiaga Uno
Blok migas pertama tempatnya bekerja berada di Pulau Bunyu, dekat Tarakan, Kalimantan. Blok tersebut memproduksi migas. Selain di Bunyu, dia juga pernah bekerja di ladang minyak Pendopo, Sembangkung, ONWJ, dan SES. Dua lapangan terakhir tersebut menjadi penyumbang urutan kedua produksi minyak nasional.
ADVERTISEMENT
Sandi juga mengaku pernah mengalami masa bekerja saat harga minyak mentah Brent turun hingga menjadi USD 7 per barel pada 1997. Saat itu, dia pikir industri migas dunia akan habis riwayatnya.
Ternyata, hingga saat ini, industri migas dunia termasuk Indonesia masih ada. Bahkan di masa pandemi ini, harga minyak mentah sempat minus.
"Saat itu saya pikir this is the end untuk industri migas dunia. Tapi saya salah, industri migas terus berinovasi dengan adanya teknologi 3D seismik dan sebagainya. Akhirnya, hari ini industri migas masih eksis walaupun pada wabah ini tercapai rekor harga minyak negatif. Itulah sekelumit pandangan saya terhadap migas," ujarnya.