Di Lahan Ibu Kota Baru Banyak Konsesi Tambang Daerah

27 September 2019 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret udara bekas tambang batu bara di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret udara bekas tambang batu bara di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah telah menetapkan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara (Kukar) di Kalimantan Timur sebagai wilayah ibu kota baru. Rencananya, pemindahan bakal dilakukan mulai 2024.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemerintah tengah mensurvei lahan-lahan yang bakal digunakan untuk membangun ibu kota baru seluas 188.000 hektare.
Diakui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, di lahan-lahan tersebut banyak terdapat wilayah konsesi tambang daerah.
"Ada, tapi kebanyakan IUP (Izin Usaha Pertambangan) daerah yang jadi urusannya dengan provinsi," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/9).
Meski begitu, Bambang tak tahu berapa jumlah IUP daerah yang berada di lahan ibu kota baru. Sementara untuk IUP yang diberikan pemerintah pusat, kata dia, hampir tak ada di sana.
Untuk pengambilalihan lahan konsesi tersebut, kata Bambang Gatot, negara bisa mengambil kapan pun tanpa harus ganti rugi. Sebab lahan dan sumber cadangan batu bara dan minerba di dalamnya milik pemerintah. Tapi, dia tak tahu soal ganti rugi aset di atas lahan tersebut milik perusahaan pemegang IUP daerah.
Potret udara kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Ganti Rugi Pohon Hutan Tanaman Industri
ADVERTISEMENT
Sementara untuk konsensi Hutan Tanaman Industri (HTI), pemerintah menyatakan bakal mengganti rugi pohon-pohon milik perusahaan yang lahan konsesinya terkena imbas pembangunan ibu kota baru. Pembayaran kepada perusahaan yang mendapatkan konsesi atas lahan hutan tersebut tersebut bakal mengacu pada umur pohon saat penebangan dilakukan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menjelaskan, pohon yang diganti rugi adalah pohon industri yang belum cukup umur untuk dipanen. Adapun masa panen pohon industri biasanya berkisar 3 hingga 4 tahun. Sementara untuk pengambilalihan lahan konsesinya, pemerintah tak perlu ganti rugi.
"Dan perlu diketahui konsesi itu tidak perlu dibayar (ambil alih lahannya). Tapi kalau ada pohon di atasnya, akan disesuaikan dengan umur pohonnya. Nanti kita bayarkan," kata dia dalam konferensi pers di Gedung ATR/BPN, Jakarta, Selasa (25/9).
ADVERTISEMENT
Sementara untuk pohon yang sudah waktunya dipanen alias ditebang untuk diproduksi, tak akan diganti rugi. Sebab itu merupakan aktivitas produksi biasa di perusahaan. Dalam konsesi HTI, umumnya pohon yang ditanam adalah akasia. Ini merupakan jenis pohon untuk bahan baku kertas.
Meski begitu, Sofyan menuturkan, ganti rugi untuk pohon-pohon di lahan konsesi tersebut belum memiliki aturan formal. Ketentuan ganti rugi bukan berada di kementeriannya tapi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun Kementerian ATR/BPN melakukan survei atas tanah-tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan ibu kota baru.