Dibanderol Rp 9 Juta, Kain Tenun Ulos Ini Sudah Dijual Hingga ke Swiss

13 Juli 2019 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kain tenun Dame Ulos seharga Rp 9 juta (kiri) dan kain tenun seharga Rp 2,5 juta (kanan). Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kain tenun Dame Ulos seharga Rp 9 juta (kiri) dan kain tenun seharga Rp 2,5 juta (kanan). Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menggelar pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Dalam pameran ini, ada sekitar 370 UMKM binaan Bank Indonesia yang memamerkan produknya, mulai dari kain dan pakaian, kerajinan tangan, hingga makanan.
ADVERTISEMENT
Salah satu gerai yang ramai diincar pengunjung adalah Dame Ulos. Kain tenun asal Tapanuli Utara itu berhasil memantik minat pengunjung. Beberapa kain yang dipajang di depan gerai memiliki motif cantik dengan warna yang elegan. Pengunjung pun berkerumun di salah satu set kain yang dipajang. Kain tersebut memiliki corak warna khas batak yaitu putih, merah dan hitam.
Pemilik Dame Ulos, Renny Manurung, mengatakan satu set ulos tersebut dibanderol seharga Rp 9 juta.
“Yang ini Rp 9 juta. Pengerjaannya kena 4 bulan. Lama dan rumit,” ungkap Renny kepada kumparan saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7).
Kain tenun hasil menenun ulang seharga Rp 5 juta. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Renny mengisahkan kain ulos tersebut diproduksi oleh para penenun yang masih satu kerabat. Artinya, usaha yang ia lakoni saat ini merupakan usaha keluarga yang sudah turun temurun. Semua kain dikerjakan dengan tenun tangan tradisional. Tak ayal, harganya pun cukup tinggi mengingat waktu pembuatan yang cukup lama.
ADVERTISEMENT
Menurut Renny, semakin lama sebuah tenun dibuat, maka motifnya makin rumit. Di sisi lain, ada kepercayaan yang mengatakan bahwa tenun memang tak boleh dibuat terburu-buru.
Lama pembuatan dan tingkat kerumitan inilah yang membuat ulos punya harga yang tinggi. Renny pun menunjukkan tenun lain seharga Rp 2,5 juta untuk satu set. Menurutnya tenun tersebut membutuhkan waktu pembuatan hingga 2 bulan.
Renny menambahkan motif ulos tidak selalu berpatokan pada aturan tertentu. Motif dan corak warna bisa datang dari sang penenun. Alhasil, kini kain ulos punya beragam motif dan warna yang tidak monoton.
Renny Manurung (kiri) pemilik usaha Dame Ulos asal Tapanuli Utara, bersama kain tenun (kanan) seharga Rp 9 juta Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
“Bisa pas sedang tenun, wah ini kayaknya bisa dibuat begini, atau dibuat motif lain. Jadi enggak ada patokannya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun tak hanya menciptakan motif baru, Renny juga concern menjaga motif-motif lama yang hampir hilang ditelan jaman. Baru-baru ini, Renny menyelesaikan satu kain ulos berwarna merah darah. Motif kain tersebut ia dapatkan dari sebuah buku sejarah desain ulos.
“Ini motif tahun 1986. Nenek ini sudah meninggal. Saya bikin ulang motif ini. Sama persis. Supaya tidak hilang,” ujarnya.
Adanya nilai historis pada kain tersebut membuat Renny tak sembarang pasang harga. Ia mematok kain tersebut seharga Rp 5 juta. Untuk menciptakan tenun ulos kualitas wahid, Renny mengatakan dirinya memakai benang khusus jenis katun. Sayangnya benang tersebut masih harus ia impor dari India.
“Bahan bakunya masih impor dari India. Kan mereka terkenalnya benang katunnya bagus,” ujarnya.
Kain tenun hasil menenun ulang seharga Rp 5 juta. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Dengan kualitas yang bagus tersebut, Renny sudah bisa menjual kain produksinya tidak hanya di dalam negeri. Dame Ulos menurutnya sudah merambah ke Kuala Lumpur, Malaysia, bahkan terbang hingga ke Swiss.
ADVERTISEMENT
“Kalau yang di Swiss memang ada orang yang jualan kain Nusantara. Salah satunya mereka ambil di Dame Ulos,” sebutnya.
Sejauh ini pemasaran tenun dan ulos dilakukan lewat media sosial. Selain itu Renny juga mengelola toko offline di Tapanuli Utara. Renny pun bercita-cita memiliki toko di Jakarta agar lebih banyak konsumen yang dijangkau.
“Pengen sih punya toko di Jakarta. Doain aja ya. Yang sekarang masih di Tapanuli Utara,” tutupnya.