Diboikot China, Lobster Australia Diobral Nelayan ke Pembeli Lokal

27 Desember 2020 21:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nelayan Joe Paratore memamerkan lobster hasil tangkapannya di Fremantle, Australia. Foto: TREVOR COLLENS/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan Joe Paratore memamerkan lobster hasil tangkapannya di Fremantle, Australia. Foto: TREVOR COLLENS/AFP
ADVERTISEMENT
Boikot China terhadap lobster asal Australia, bikin nelayan di negeri kanguru itu kelabakan. Pasalnya, nilai ekspor lobster Australia mencapai USD 500 juta per tahun atau setara Rp 7 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 95 persen atau hampir seluruhnya, selama ini dipasok ke China.
ADVERTISEMENT
Akibat boikot perdagangan lobster oleh China itu, para nelayan Australia pun mengobral hasil panen lobster mereka ke pembeli lokal. Konsekuensinya tentu saja dengan harga yang jauh dibandingkan di pasar ekspor.
"Ini telah mempengaruhi kami secara drastis," kata seorang nelayan lobster, Fedele Camarda, kepada AFP. "Penghasilan kami telah berkurang drastis," imbuhnya.
AFP melaporkan para pembeli lokal sangat antusias dengan lobster yang ditawarkan dengan harga murah oleh para nelayan di Fremantle, sebuah kawasan di muara Swan River di Perth, Australia Barat. Pembeli rela mengantre panjang di bawah terik matahari musim panas yang menyengat, demi mendapat lobster berharga murah.
Harga lobster yang ditawarkan para nelayan hanya setara USD 34 atau sekitar Rp 500.000 per kg. Nilai itu jauh di bawah harga saat ekspor ke China berjalan normal, yakni setara USD 80 atau sekitar Rp 1.100.000 per kg.
Nelayan Joe Paratore memamerkan lobster hasil tangkapannya di Fremantle, Australia. Foto: TREVOR COLLENS/AFP
"Harga saat ini sekadar impas, yang penting kita tidak rugi," kata Camarda. "Tapi kami menjual habis hampir setiap hari. Kami menerima pesanan di muka seperti yang diinginkan orang untuk Natal."
ADVERTISEMENT
Salah seorang warga setempat, Nick Van Niekerk, adalah salah satu dari mereka yang rela mengantre hingga setengah jam demi mendapat lobster murah.
"Saya membeli untuk mendukung nelayan lokal dan menunjukkan bahwa kami sebagai masyarakat peduli," katanya. "Sangat penting untuk bisa mendapatkan lobster langsung dari kapal dan mengetahui apa yang sebenarnya Anda dapatkan."
"Lobster biasanya sangat mahal, jadi untuk mendapatkannya dengan harga yang terjangkau menurut saya bagus untuk masyarakat setempat," ujarnya.
Warga Fremantle, Australia, rela antre untuk membeli lobster dari para nelayan setempat yang menderita akibat aksi boikot China. Foto: TREVOR COLLENS/AFP
Ketegangan perdagangan antara China dan Australia, telah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Hal tersebut dipicu seruan Australia untuk menyelidiki asal-usul COVID-19 atas dugaan adanya motif kesengajaan menyebarkan virus corona tersebut. Selain itu, Australia juga melarang keterlibatan Huawei dalam pengembangan teknologi 5G di kawasan negara itu.
ADVERTISEMENT
China pun melancarkan aksi balasan dengan memboikot sejumlah produk unggulan ekspor Australia. Seperti batu bara, produk pertanian termasuk sereal, biji-bijian, serta anggur dan wine; Selain itu juga daging dan hewan ternak, serta lobster hasil usaha para nelayan.
Padahal China sendiri merupakan salah satu tujuan utama ekspor Australia. Meski demikian, ekonomi Australia pada kuartal IV 2020 ini diyakini mulai pulih dan keluar dari resesi sebagai dampak pandemi COVID-19.
Tapi sejumlah usaha tetap harus berjuang untuk survive, dari dampak pemboikotan China. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kebangkrutan, serta PHK para pekerja.