news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Didesak DPR, Sri Mulyani Tolak Jelaskan Rencana Pajak Sembako

11 Juni 2021 6:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) ke sembako atau kebutuhan barang pokok. Rencana ini menuai polemik, sebab berpotensi membuat harga sembako naik yang memberatkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adapun rencana pengenaan PPN sembako tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). DPR RI pun mendesak Sri Mulyani menjelaskan ke publik terkait rencana ini.
Anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP, Andreas Eddy Susetyo, mengaku terpojok dengan maraknya pemberitaan mengenai rencana pengenaan PPN pada sembako. Sebab, sebagai mitra utama Kementerian Keuangan sekaligus sebagai anggota komisi yang membidangi keuangan negara, ia bahkan belum memegang draf tersebut.
"Saya mohon dengan hormat Ibu Menteri Keuangan untuk membantu saya klarifikasi ke konstituen saya. Kemarin saya dihujani oleh WA, SMS, bahkan telepon dari pedagang sembako, kenapa itu dipajaki. Kami saja belum menerima drafnya," ujar Andreas saat rapat kerja dengan Sri Mulyani dan jajaran pejabat Kemenkeu, Kamis (10/6).
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra, Kamrussamad, juga menuturkan bahwa seharusnya pemerintah tidak mengenakan pajak pada kelompok bahan pokok. Sebab menurutnya, hal ini akan membebani masyarakat.
"Kita tahu, kemarin pemerintah membebaskan PPnBM untuk kendaraan bermotor. Saat ini rakyat akan dipajaki, sembako akan dikenakan PPN. Seharusnya tidak boleh itu ada usulan atau rencana untuk mengenakan pajak pada kebutuhan pokok rakyat," kata dia.
Ketua Komisi XI DPR, Dito Ganinduto, juga mengaku para anggota dewan yang berada di komisinya belum menerima draf RUU KUP tersebut. Bahkan, Dito meminta pembahasan mengenai PPN sembako bisa diredam hingga para legislatif itu menerima draf resmi tersebut.

Sri Mulyani Tolak Jelaskan Rencana PPN Sembako ke Publik

Dalam rapat yang sama, Sri Mulyani dengan tegas menolak memberikan penjelasan ke publik mengenai rencana pengenaan PPN pada sejumlah barang dan jasa tertentu, termasuk sembako dan sekolah. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan etika politik.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, saat ini pemerintah dan DPR juga belum membahas rencana revisi kelima UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Kami tentu dari sisi etika politik, belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas, karena itu adalah dokumen publik yang belum kami sampaikan ke DPR melalui surat presiden," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6).
Dia melanjutkan, nantinya ketika RUU KUP disampaikan pada saat Rapat Paripurna dan sudah dibahas dengan Komisi XI, barulah ia bisa menjelaskan secara menyeluruh. Menurut Sri Mulyani, pemerintah tak bisa menjelaskan informasi mengenai reformasi perpajakan tersebut hanya sekilas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Adapun saat ini fokus pemerintah adalah pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi COVID-19. Sehingga ia memastikan, pemerintah hingga saat ini secara maksimal menggunakan instrumen APBN untuk mendorong upaya pemulihan.
ADVERTISEMENT
YLKI Sebut Sembako Kena PPN Tidak Manusiawi
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik wacana pemerintah mengenakan PPN pada sembako. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menganggap rencana yang tertuang dalam revisi kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) itu tidak manusiawi.
“Wacana ini jelas menjadi wacana kebijakan yang tidak manusiawi, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, saat daya beli masyarakat sedang turun drastis,” kata Tulus melalui pesan tertulis yang diterima kumparan, Kamis (10/6).
Tulus menganggap pengenaan PPN ke sembako akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen yaitu kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi, kata Tulus, jika ada distorsi pasar maka kenaikannya akan semakin tinggi.
ADVERTISEMENT