Digempur Online, Travel Agent Konvensional Terancam Gulung Tikar

15 Maret 2019 12:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi Mencari Tiket Pesawat Secara Online Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi Mencari Tiket Pesawat Secara Online Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan teknologi online, kini kian masif dan tak terbendung termasuk di bisnis travel agent. Hal ini memang bisa membuat segala hal jadi serba praktis dan mudah, khususnya bagi yang akan melakukan perjalanan bisnis atau liburan.
ADVERTISEMENT
Tapi masifnya perkembangan bisnis online, ada pula yang terancam tergusur jika tak cepat beradaptasi. Misalnya saja, agen penjual tiket (travel agent) yang terancam gulung tikar akibat gempuran travel perjalanan yang dijajakan secara online.
Sekretaris Umum Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan (Astindo) Pauline Suharno mengatakan, bisnisnya cukup terdampak dengan adanya pergeseran atau disrupsi digital.
“Tahun lalu, (travel agent) Jakarta yang tutup ya 50 persen. Di daerah kurang lebih 40 persen. Iya, ini ter-update,” katanya ketika dihubungi kumparan, Rabu (13/3).
Antrean tiket ASTINDO Travel Fair 2018 Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan
Pauline menyebutkan, hampir 90 persen dari total anggota Astindo sebanyak 700 travel agent saat ini masih banyak melayani penjualan tiket secara konvensional. Artinya, dari sisi penjualan, lokasi kantor, hingga pengelolaan karyawan masih serba offline.
ADVERTISEMENT
Ia lantas menceritakan, agen-agen besar yang ada di kota memang masih bisa mengakali sepinya pembeli dengan penghasilan silang. Sebab, kebanyakan tak hanya mengandalkan penjualan tiket pesawat saja. Namun juga, travel tour hingga hotel.
Namun, kata dia, kondisi berbeda pada travel agent konvensional kecil yang biasanya ada di daerah-daerah. Mereka harus berjuang lebih keras.
“Kalau di daerah itu kan mereka kebanyakan melayani hanya penjualan tiket. Penjualan tiket ini dan lebih banyak domestik. Karena memang koneksi pesawat internasional kan lebih sedikit di daerah. Jadi teman-teman kita daerah karena tidak mampu bersaing dengan OTA (Online Travel Agent),” ungkap dia.
Kondisi Agen Travel Tradisional di Kawasan Jakarta Selatan, Kamis (14/3). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Pauline mengungkapkan, travel agent konvensional sebetulnya tak memungkiri pergeseran online itu. Mereka pun, bukannya tanpa upaya untuk mengembangkan teknologi ke online. Namun, menurutnya, masih banyak kendala yang menghadang, utamanya soal modal.
ADVERTISEMENT
“Ternyata OTA kan tidak semudah itu. OTA ternyata ada investor-investor asing yang berani buang duit untuk cash back, untuk promosi-promosi lain. Sehingga mereka menjual di bawah harga,” kata dia.
Di tengah situasi itu, Pauline menambahkan, travel agent konvensional juga masih harus menghadapi isu soal komisi yang kian dikebiri.
Kondisi Agen Travel Tradisional di Kawasan Jakarta Selatan, Kamis (14/3). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
“Skema tata niaga berubah, yang tadinya mereka masih memberikan komisi 7 persen, dikurangi 5 persen, dikurangi 3 persen malah berubah lagi, komisi itu dibayarkannya ditunda,” ujarnya.
Adapun penundaan komisi itu, kata dia, ialah diberikan setiap tanggal 20 per bulannya. Sehingga, di luar tanggal itu, agen travel konvensional nihil pemasukan.
“Di saat kita tak punya pemasukan, pemerintah pun tidak memperkenankan kita mengambil service fee karena dianggap sebagai mark up,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Public Relations Executive Tiket.com Yosi Marhayati tak memungkiri industri travel agent online saat ini menghadapi persaingan ketat. Tak elak, Tiket.com mesti melakukan hal kunci agar bisa menggaet dan menarik hati konsumen.
"Acuan Tiket.com untuk memberikan inovasi serta promo yang lebih kreatif serta inovatif untuk pelanggan tiket, salah satu caranya dengan cepat mengikuti perkembangan yang sedang disenangi masyarakat atau cepat mengambil topik yang sedang hangat, disukai masyarakat, dengan tetap tidak lepas dari gaya komunikasi Tiket.com," ungkapnya kepada kumparan, Rabu (13/3).
Pengamat Ekonomi Digital Heru Sutadi menilai, penggunaan teknologi memang tak bisa terelakkan.
Namun yang lebih penting, kata dia, para travel agent konvensional mesti cerdik memanfaatkan ceruk pasar.
ADVERTISEMENT
“Ceruk yang bisa digarap adalah paket wisata bersama,” kata dia kepada kumparan, Rabu (13/3).
Senada, Direktur Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal pun menyarankan agar travel agent konvensional lebih jeli dalam menjaring pasar.
“Kayak lembaga-lembaga. Belum semua sebetulnya bisa diakomodasi oleh pool online. Sehingga sebetulnya ini, semestinya bisa menjadi ruang gerak bagi yang konvensional,” imbuh dia.