Dihujani Protes, Kenaikan PPN Bisa Makin Pukul Daya Beli Masyarakat

1 Desember 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keungan Sri Mulyani menyampaikan keterangan pers dalam konferensi pers hasil penindakan desk pencegahan dan pemberantasan penyelundupan di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta pada Kamis (14/11/2024). Foto: Dok. Bea Cukai
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keungan Sri Mulyani menyampaikan keterangan pers dalam konferensi pers hasil penindakan desk pencegahan dan pemberantasan penyelundupan di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta pada Kamis (14/11/2024). Foto: Dok. Bea Cukai
ADVERTISEMENT
Usai rapat paripurna, pemerintah dan DPR mengesahkan RAPBN menjadi UU APBN 2025 pada 19 September 2024. Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen ini terus menuai sorotan dari masyarakat, pengusaha, dan buruh.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Rabu 13 November menyatakan, kebijakan PPN 12 persen di 2025 ini akan dijalankan, tetapi perlu persiapan yang matang.
"Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak-ibu sekalian, sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik," kata Sri Mulyani saat rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta.
Kebijakan terkait dengan peraturan perpajakan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sudah dilakukan pembahasan bersama Komisi XI DPR sebelumnya.
Sri Mulyani menegaskan, dirinya akan memberikan penjelasan lebih rinci nantinya kepada masyarakat terkait kebijakan PPN tersebut.
"Kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat walaupun kita buat kebijakan tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor kesehatan, pendidikan, makanan pokok, waktu itu debatnya panjang di sini," ujarnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, Rabu (28/2/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 akan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyebut hasil kebijakan ini akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk program pembangunan dan pemberdayaan.
Dwi menjelaskan, alokasi dana tersebut digunakan untuk mendukung sejumlah program bantuan sosial (bansos) dan subsidi. Beberapa di antaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
“Kemudian untuk subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan subsidi pupuk,” kata dia.
Sinyal Kenaikan PPN Ditunda
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) menjadi pengisi materi di retreat Kabinet Merah Putih, Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (26/10). Foto: Instagram/ @luhut.pandjaitan
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen bakal diundur. Mengacu pada pernyataan Luhut, Juru Bicara Ketua DEN Jodi Mahardi menjelaskan, rencana kenaikan PPN tersebut saat ini masih dalam kajian mendalam.
ADVERTISEMENT
"Kami perlu menyampaikan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian mendalam," jelas Jodi dalam keterangan kepada kumparan, Rabu (27/11).
Menurut Jodi, pemerintah mempertimbangkan kondisi perekonomian global maupun domestik. Termasuk potensi dampak kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
Di samping itu, juga pelemahan ekonomi China, hingga turunnya daya beli masyarakat kelas menengah. Sejumlah persoalan ekonomi ini, akan dijadikan pertimbangan dalam penerapan PPN.
"Oleh karena itu, berbagai kebijakan ekonomi, termasuk terkait PPN, tengah dikaji secara komprehensif guna memastikan keberlanjutannya sejalan dengan kondisi ekonomi nasional dan global," sambungnya.
Pedagang memilah bawang merah di kiosnya di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/11/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sebelumnya, Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menyebut penerapan PPN 12 persen bakal diundur. Masyarakat, menurut Luhut, harus terlebih dahulu dilindungi dengan stimulus sebelum kebijakan itu direalisasikan.
ADVERTISEMENT
Kenaikan PPN jadi 12 persen ini sebelumnya direncanakan bakal berlaku mulai 1 Januari 2025. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan pengusaha juga akan mendorong pemerintah untuk menunda kebijakan tersebut.
Para pengusaha akan bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sehari setelah penyelenggaraan Pilkada, Kamis (28/11).
"Kamis kami dipanggil ke Kemenkeu dan kami akan menegaskan kembali (permintaan untuk menunda PPN 12 persen)," ujar Shinta saat diskusi dengan media di Roemah Kuliner, Jakarta, Selasa (26/11).
Daya Beli Belum Pulih
Suasana aktivitas perdagangan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, yang menyebut pertimbangan utama pemerintah untuk menunda kenaikan PPN 12 persen karena daya beli masyarakat sedang menurun.
"Ya karena daya beli masyarakat sedang cenderung menurun, indikatornya itu bagaimana banyak kelas menengah yang sedang turun kelas," ucap Ajib Hamdani kepada kumparan, Kamis (28/11).
ADVERTISEMENT
Ajib bilang, pertimbangan lainnya ialah indikator makro 5 bulan berturut-turut yang menunjukkan tren deflasi, disusul private sector khususnya manufaktur sedang terkontraksi.
"Maka kalau kenaikan PPN dilakukan per Januari itu kondisi yang sangat tidak tepat," kata dia.
Apindo memprediksi, kembali pulihnya daya beli masyarakat akan terjadi sekitar 3 sampai 6 bulan ke depan alias setelah Pilkada serentak, mengingat sisi investasi dan private sector yang masih 'wait and see'.
"Harapan kita 3-6 bulan ke depan itu sudah bisa kembali membaik (daya beli masyarakat), tetapi agar tidak terjadi kontraproduksi terhadap pertumbuhan ekonomi, maka seharusnya pemerintah jangan menaikkan PPN di tahun 2025" ujar Ajib.
Pengusaha: Pemerintah Jangan Malak
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menjawab pertanyaan wartawan usai acara Gambir Trade Talk 15 di Jakarta Pusat (14/8/2024). Foto: Argya D. Maheswara/Kumparan
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut akan ikut terimbas dari naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
"Ya pasti kita ikut terdampak, ketika PPN naik 1 persen nanti harga produk-produk di ritel (makanan, baju)," ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, kepada kumparan Jumat (22/11).
Roy mengatakan, ketika PPN naik 1 persen di awal tahun 2025, maka produk-produk di industri ritel akan naik 5-10 persen, akibat ada dampak naiknya biaya transportasi, logistik, dan distribusi.
Buntut ihwal PPN 12 persen, Aprindo mengungkapkan keberatannya dan menolak kenaikan PPN 12 persen. Pasalnya, konsumsi rumah tangga, industri ritel di Pulau Jawa sedang dalam posisi minus.
"Ya memang pemerintah membutuhkan dana, tetapi jangan memalak dengan 1 persen meningkatkan PPN. Memang 1 persen ini kelihatannya kecil, tapi kalau ditotal dengan biaya transportasi, kemudian biaya solar bahan bakar itu kan bakal naik semua," lanjut Roy.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, di Perpusnas, Jumat (22/9/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Ekonom sekaligus Direktur Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, telah memperkirakan akan ada potensi perlambatan pertumbuhan produksi di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga 2 persen, buntut adanya kenaikan PPN 12 persen di awal tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Nailul bilang, dampak tersebut dihasilkan dari perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hingga 1,6 persen. Kata dia, dampaknya tenaga kerja menjadi tak terserap baik ke industri besar maupun UMKM.
Selain itu, dampak yang paling berasa, yakni penurunan permintaan barang teknologi karena adanya kenaikan harga barang imbas kenaikan tarif PPN dari 11 ke 12 persen.
"Ini yang membuat permintaan akan turun. Terlebih barang-barang teknologi atau elektronik kan harganya cukup tinggi, kenaikan harga 9 persen bisa sangat signifikan bagi masyarakat terutama untuk barang yang mahal harganya," jelasnya.
Ekonom Senior INDEF Didik J. Rachbini Foto: Selfy Sandra Momongan /kumparan
Sementara itu Ekonom senior Indef, Didik Rachbini, meminta pemerintah untuk menunda penerapan PPN 12 persen di tahun depan. Menurut Rektor Universitas Paramadina itu, implementasi PPN 12 persen tidak tepat di tahun depan. Sebab, ekonomi saat ini justru mengalami perlambatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2024 hanya 4,95 persen (yoy), melambat dibandingkan kuartal sebelumnya 5,05 persen (yoy).
"Saya kira pemerintah harus tahu realitasnya, situasi sekarang itu, pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen, 4,95 persen, mungkin situasinya lebih buruk dari itu," ujar Didik.
Insentif Pajak Pemerintah untuk Masyarakat Tahun 2023
Gambar hasil rehabilitasi dan renovasi sarana prasarana Yayasan Pendidikan Putra, di Kantor Kementerian PUPR, Sabtu (9/3/2024). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Berdasarkan data Kementerian Keuangan pemerintah telah menggelontorkan insentif perpajakan yang dimanfaatkan oleh masyarakat selama tahun 2023.
Pertama, insentif untuk sektor pendidikan senilai Rp21,5 triliun, termasuk PPN atas jasa pendidikan (Rp408,2 miliar) dan fasilitas impor buku serta barang penelitian.
Berikutnya, insentif sektor transportasi mencapai Rp 26 triliun, meliputi pembebasan PPN jasa angkutan umum (Rp17,2 triliun) dan tarif khusus freight forwarding (Rp5,2 triliun).
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, insentif sektor kesehatan sebesar Rp4,6 triliun, termasuk pembebasan PPN jasa kesehatan medis sebesar Rp3,3 triliun. Sisanya untuk insentif Pajak Penghasilan UMKM sektor kesehatan sebesar Rp 119,3 miliar, PPh pasal 21 DTP sebesar Rp 13,3 miliar, dan kebijakan lain wajib pajak di sektor kesehatan sebesar Rp 1,2 triliun.
Anggota kelompok UMKM Jasmine Suger menjemur kerupuk yang terbuat dari tulang ikan patin dan lele di Desa Sungai Gerong, Mariana, Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (21/11/2024). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Insentif untuk mendukung UMKM sebesar Rp85,4 triliun, terutama dari PPN tidak dipungut atas UMKM sebesar Rp52,4 triliun. Untuk PPh final UMKM sebesar Rp 27,5 triliun.
Lalu, insentif Tax Holiday dan Tax Allowance untuk investasi sejumlah Rp5,6 triliun, diberikan kepada 175 Wajib Pajak (WP) dengan 187 penanaman modal baru. Tax Allowance diberikan kepada 223 WP dan 226 penanaman modal.
Sementara itu PPN dibebaskan untuk bahan makanan sebesar Rp63,1 triliun, mencakup barang kebutuhan pokok (Rp40,9 triliun) dan hasil perikanan serta kelautan (Rp22,2 triliun).
ADVERTISEMENT
Produksi Melambat, Potensi PHK
Suasana pabrik PT Sritex, Jumat (15/11/2024). Foto: kumparan
Tak tinggal diam, para pengamat dari berbagai macam latar belakang dan asosiasi pun menyoroti rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada Januari 2025.
Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga meminta kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 ditunda. Keputusan itu akan memukul bisnis wisata karena ongkos berlibur bisa semakin mahal.
"Nah, kenaikan PPN 12 persen dampaknya bukan hanya dari industri penerbangan, pasti akan ada adjusment di industri perhotelan dan restoran sekali pun," ucap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PHRI Maulana Yusran ketika dihubungi kumparanBISNIS, Rabu (13/11) dikutip Jumat (22/11).
Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran. Foto: kumparan
Yusran berpendapat, regulasi di sektor perhotelan dan restoran bakal mempengaruhi rantai pasok secara keseluruhan. "Saya pikir bukan hanya sektor hotel dan restoran, tapi semua rantai pasok kita semua akan mengikuti," sebut dia.
ADVERTISEMENT
Bisnis pariwisata, kata Yusran, merupakan suatu ekosistem karena berkaitan dengan transportasi hingga makanan. Karena itu, jika Menteri Keuangan Sri Mulyani memaksakan kenaikan tarif PPN akan membuat harga tiket pesawat akan semakin meningkat yang akhirnya bikin ongkos liburan semakin mahal.
Ketika ditanya soal proyeksi kerugian perhotelan dan restoran ke depan, Yusran belum mengetahui secara pasti. PHRI akan melihat dampak dari kenaikan tiket pesawat lebih dulu, berapa jumlah kenaikan pastinya, dan kemampuan daya beli masyarakat.