Dilema Pekerja Muda di Jakarta, Pilih Ngontrak atau Cicil KPR?

14 Juli 2024 10:28 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cicilan rumah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Lika-liku perjalanan para pekerja muda di Jakarta mencari hunian idaman nan pas dengan kebutuhan rasanya selalu menemui pertimbangan yang kompleks. Mahal dan langka jadi alasan paling menonjol para pekerja memilih tidak membeli rumah di kota metropolitan ini.
ADVERTISEMENT
Kiki (30), menilai lokasi yang strategis dan harga menjadi pertimbangan terbesarnya mencari hunian. Walaupun bekerja di kawasan Jakarta Selatan, ia akhirnya memutuskan membeli rumah di luar Jakarta, lebih tepatnya Parung Panjang, Bogor, karena harganya lebih ramah di kantong, dengan sistem kredit.
“Karena di Jakarta mahal, yang murah ada tapi apartemen. Kalaupun (rumah) ada di Jakarta, pasti mepet banget ke pinggir dan jauh dari akses transportasi,” katanya kepada kumparan, Minggu (14/7).
Setelah memutuskan mengambil KPR (Kredit Pemilikan Rumah), Kiki terpaksa harus survei ke beberapa lokasi untuk melihat aksesnya terhadap transportasi umum, fasilitas kesehatan, hiburan, dan pasar. Meski sudah memilih lokasinya, dia pun merasa masih ada beberapa hal yang mengganjal hati.
ADVERTISEMENT
“Dari sisi transportasi menguntungkan karena deket sama stasiun, tapi di sisi lain jalan rayanya enggak bermutu, bolong-bolong, banyak truk besar melintas, warganya kurang terbiasa tertib untuk pakai helm dan banyak kecelakaan,” keluhnya.
Selain Kiki, ada juga Isna (29). Pekerja muda ini juga menilai kesulitan utama mencari rumah adalah mempertimbangkan lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat bekerjanya di Jakarta Selatan, namun tetap terjangkau cicilannya. Akhirnya ia memilih lokasi Parung.
Kendati begitu, Isna mengakui rumah tersebut masih cukup jauh dari tempatnya bekerja. Sembari mencicil KPR, ia saat ini sementara tinggal di rumah mertuanya di kawasan Jakarta Pusat.
“Keuntungannya (KPR) biaya cicilan enggak terlalu berat, lingkungan komplek rumahnya juga sebenernya enak, sih, buat ditinggali. Cuma ya itu jauh dari tempat kerja, makanya sekarang cuma sebulan sekali aja nengok rumah buat dibersihkan,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Persoalan jauh atau tidaknya dengan tempat bekerja akhirnya memunculkan opsi lain bagi para pekerja di Jakarta memiliki tempat bernaung, yaitu dengan mekanisme sewa atau kontrak baik itu rumah maupun apartemen.
Selain terkait efisiensi jarak, keputusan sewa rumah atau apartemen juga didasari oleh kondisi finansial yang belum mumpuni untuk membeli dan mencicil KPR di wilayah Jabodetabek. Apalagi, tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) kini berada di level 6,25 persen.
Seorang bocah bermain di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Dilla (28), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), memilih untuk menyewa apartemen bersama suaminya di kawasan Jakarta Pusat. Untuk sementara waktu, ia menilai sewa apartemen lebih efisien ketimbang membeli rumah.
“Sekarang ini susah banget ya cari rumah dengan lokasi yang strategis. Pilihan hunian di Jakarta sekarang makin menipis, jadi kita pilih sewa apartemen. Tinggal di apartemen itu untungnya karena berada di tengah kota dan akses ke transportasinya mudah,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Namun, ia mengakui masih berencana membeli rumah dengan KPR di Jakarta, sehingga menabung untuk uang muka (down payment) yang tidak murah menjadi salah satu prioritasnya saat ini.
“Perlu pertimbangan lokasi dan jarak ke kantor dan yang saat ini saya lakukan adalah menabung DP yang besar untuk meringankan cicilan KPR di masa depan,” imbuhnya.
Senada, seorang pekerja swasta di Jakarta Selatan, Aris (30), juga menilai kontrak rumah menjadi pilihan terbaiknya untuk saat ini, karena belum menemukan pilihan rumah yang pas di Jakarta. Ia pun mengontrak rumah bersama istrinya di kawasan Cibubur.
“Pertimbangan kontrak itu pilihan pas dengan hitung-hitungan finansial kami sebagai pasangan baru. Kalau langsung ambil rumah kan selain ada utang, harus sudah siapin dana buat beli semua furniture, nanti ada lagi renovasi dapur atau teras, biasanya rumah KPR yang terjangkau itu belum dibangun full,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, membeli rumah di Jakarta terlalu sulit dijangkau oleh pekerja dengan upah yang pas-pasan. Ia pun mengaku belum siap untuk mencicil KPR dengan bunga dan tempo yang sangat panjang, sehingga ia masih akan menyewa rumah setidaknya dalam 2 tahun mendatang.
Suasana Apartement Kalibata City di Jakarta. Foto: Fanny Wardhani/kumparan

Tren Sewa Rumah Bakal Terus Naik

Tingginya minat sewa rumah tergambar dalam laporan Pinhome Home Rental Index & Pinhome Home Value Index kuartal I 2024. Permintaan sewa rumah meningkat sebesar 55 persen pada kuartal I tahun 2024 dibandingkan dengan rata-rata kuartal tahun 2023. Pertumbuhan permintaan sewa rumah terbesar terjadi di Kota Depok, Kota Jakarta Selatan, dan Kota Bandung.
Laporan Pinhome menyebutkan, tingginya tingkat suku bunga pinjaman dalam pembelian rumah membuat menyewa menjadi pilihan praktis dan ekonomis untuk memiliki hunian bagi mereka yang belum siap secara finansial untuk beli rumah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, total inventori rumah sewa mengalami pertumbuhan positif sebesar 158 persen pada kuartal I tahun 2024 dibandingkan dengan kuartal I tahun 2023. Pertumbuhan inventori rumah sewa paling tinggi terjadi di Kota Bandung (466 persen), Kota Tangerang Selatan (433 persen), dan Kabupaten Bogor (324 persen).
Tak sampai di situ, permintaan rumah sewa diperkirakan akan terus meningkat pada kuartal II tahun 2024. Kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 6.25 persen per April 2024 pada awal kuartal II tahun 2024 membuat menyewa rumah akan semakin menjadi pilihan bagi konsumen.
Bahkan, saat suku bunga acuan BI ditetapkan menjadi 6 persen pada Oktober 2023, permintaan sewa rumah tercatat terjadi peningkatan 88 persen secara kuartalan di kuartal IV tahun 2023.
Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Di sisi lain, peningkatan suku bunga acuan diperkirakan berimbas pada penurunan tren pengajuan KPR. CEO & Founder Pinhome, Dayu Dara Permata, menuturkan keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di 6 persen pada kuartal III dan IV tahun 2023 mendorong pertumbuhan 36 persen untuk KPR rumah seken dan 55 persen untuk sewa rumah di kuartal I 2024 dibandingkan periode sama tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Namun, kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 6,25 persen pada April 2024 diperkirakan akan mempengaruhi permintaan KPR di kuartal kedua,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Dayu menegaskan tingkat suku bunga ini masih relatif sebanding dengan level sebelum pandemi, sehingga dampaknya terhadap pasar properti secara keseluruhan diperkirakan masih terkendali.

Rumah Seken Turun Harga Imbas Kenaikan Suku Bunga

Selain peningkatan sewa rumah, Pinhome juga menyoroti properti residensial di pasar sekunder alias rumah seken juga mengalami penurunan harga di kuartal I 2024 di berbagai kota di Indonesia, termasuk Jabodetabek, imbas kenaikan suku bunga.
“Hal ini mencerminkan dinamika pasar yang dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga KPR dan pergeseran preferensi pembeli ke rumah dengan harga lebih terjangkau,” jelas Dayu.
Dayu melanjutkan, penting untuk dicatat bahwa penurunan harga jual tidak selalu berarti penurunan minat terhadap properti di Jakarta. Sebagian calon pembeli mungkin memilih untuk menunda keputusan pembelian dan beralih ke opsi sewa karena kenaikan suku bunga KPR.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Pinhome tersebut, total inventori properti residensial di pasar sekunder secara nasional di kuartal I tahun 2024 menunjukkan pertumbuhan hingga 200 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Kenaikan 203 persen terlihat di pulau Jawa, dengan peringkat wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten berada di posisi teratas secara pertumbuhan total.
Sementara, wilayah di luar pulau Jawa juga mengalami pertumbuhan total inventori, sebesar 168 persen, dipimpin oleh Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, inventori rumah seken di semua wilayah pulau Jawa umumnya mengalami penurunan harga. Di Kabupaten Sidoarjo, Kota Semarang, dan Kabupaten Bekasi, rumah seken tipe 36 menunjukkan adanya perubahan tahunan harga sebesar -14 persen, -3 persen, dan -6 persen dibandingkan kuartal pertama tahun sebelumnya, diduga merupakan respons terhadap tingginya suku bunga bank dan pinjaman dalam pembiayaan rumah.
Ilustrasi membayar cicilan. Foto: Shutterstock
Diskursus terkait pengajuan KPR rumah seken lebih jarang muncul ketimbang rumah baru atau inden. Namun bagi beberapa orang, mencicil rumah seken ternyata lebih banyak keuntungannya dibandingkan rumah baru.
ADVERTISEMENT
Seorang pekerja swasta di Jakarta Selatan, Randy, memutuskan mengambil KPR rumah seken di Ciputat, Tangerang Selatan. Randy yang memang tidak berminat membeli rumah di Jakarta, memilih mencicil rumah seken yang dinilai harganya lebih murah.
“Secara harga kemudian kita bandingin sama luas tanahnya, luas segala macem, kayaknya, sih, memang terlihat lebih worth it untuk ngambil rumah second, sih, dibanding ngambil rumah baru,” ungkapnya.
Sederet keuntungan rumah seken, menurut Randy, bergantung pada keberuntungan memilih lokasi yang strategis dengan opsi jalan tol yang banyak, bebas banjir, dan dekat dengan fasilitas pendidikan dan sebagainya.
Tidak hanya itu, karena rumah seken jauh lebih terjangkau dibandingkan rumah baru, ia bisa mengalokasikan anggaran yang tidak terpakai untuk kebutuhan lain seperti renovasi rumah agar huniannya lebih nyaman.
ADVERTISEMENT
“Pada akhirnya mengambil rumah seken jadinya lebih sesuai juga dengan keinginan, kalau rumah baru kan rata-rata sudah mah harganya tinggi, kemudian secara luas tanah dan luas bangunannya juga biasanya dengan harga yang sama itu jauh lebih kecil karena sudah dikasih sama developer,” pungkas Randy.