Dilema Wisata Vaksin di Bali saat Kasus Corona Masih Tinggi

28 Juni 2021 13:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga saat vaksinasi massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/6).  Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga saat vaksinasi massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/6). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berencana menjadikan Bali sebagai pilot project wisata berbasis vaksin. Meski belum membeberkan konsep secara detail, wisata vaksin dilakukan pertama di Bali untuk dalam meningkatkan perekonomian Bali yang terus mengalami kontraksi mendalam akibat pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Rencana wisata vaksin di Bali dihadapkan pada dilema, sebab saat ini kasus corona di Indonesia sedang tinggi-tingginya. Program Work From Bali (WFB) memicu lonjakan kasus corona di Pulau Dewata. Kasus corona melonjak menjadi dua kali lipat.
Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda menilai program Bali sebagai Wisata Vaksin tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat karena kasus corona yang kian naik. Di sisi lain, dia meminta dengan tegas Kemenparekraf bisa hearing terlebih dulu dengan stakeholder dan para pelaku wisata di Bali.
"Jadi sambil tren (kasus corona) turun, sempurnakan dulu konsepnya, libatkan stakeholder dan pelaku pariwisata. Kelihatannya tidak, percuma kalau konsepnya dari pemerintah tapi enggak melibatkan mereka. Saya yakin mungkin akan gagal juga," kata Huda saat hubungi kumparan, Senin (28/6).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, stakeholder dan para pelaku usaha wisata di Bali yang paling tahu bagaimana keadaan di sana. Jadi, walaupun usulan Bali sebagai wisata berbasis vaksin berasal dari para pelaku wisata, tetap harus dikomunikasikan dan dimatangkan konsepnya dengan melibatkan mereka. Pemerintah pusat diminta tidak mengambil keputusan ini tanpa ada kesepakatan dengan mereka.
"Info yang saya dapat, mereka merasa tidak dilibatkan skenario reborn pariwisata di sana. Yang terjadi di sana missmatch dengan apa yang terjadi agenda reborn pariwisata oleh para pelaku pariwisata. Jangan sampai nasibnya pilot seperti work from Bali, itu enggak efektif. Perlu dimitigasi dan mapping secara jelas kalau ini mau dilaksanakan," lanjutnya.
Menparekraf Sandiaga Uno saat work from Magelang. Foto: Dok. Istimewa
Karena itu, menurut dia, program ini tidak cocok direalisasikan dalam waktu dekat ini. Dia juga meminta porsi bagi pelancong domestik lebih besar dibandingkan wisatawan mancanegara.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, sebenarnya konsep Bali sebagai wisata vaksin ini rencana lama. Jadi, kalau dijalankan saat ini terbilang terlambat dan menjadi dilema sebab kasus corona sedang meroket.
Sementara itu, Anggota Komisi X Illiza Sa'aduddin Djamal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berpendapat di masa pandemi ini, ingin menjalankan perekonomian ibarat buah simalakama. Kalau dibuka secara terbatas, tetap terjadi mobilisasi manusia dan berpotensi menyebarkan virus. Sedangkan di-lockdown, masyarakat tidak bisa makan.
Dia menilai, pada prinsip nya wacana bali akan dijadikan wisata vaksin ini bagus untuk mempercepat masyarakat memperoleh/mendapatkan vaksin dan agar mendapatkan kepercayaan wisata Indonesia bisa berjalan sebagaimana mestinya . Tapi harus diingat orang yang sudah di vaksin tidak serta merta tidak akan tertular virus COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Saya meminta agar Kemenparekraf lebih masif lagi dalam mengkampanyekan prokes COVID-19 dan mengedukasi masyarakat bahaya jika tidak patuh terhadap prokes dapat tertular atau menularkan. Jadi, harus tetap waspada, dengan vaksin paling tidak imunitas bisa lebih baik," kata dia saat dihubungi kumparan.
Menurutnya, beberapa kepala daerah yang sudah 2 kali mendapatkan vaksin masih tertular juga. Ini menandakan vaksin bukan benteng utama untuk menekan penyebaran COVID-19 harus disadari oleh manusianya bahwa hidup di masa pandemi harus taat dan dengan prokes yang ketat.
"Dan pemerintah pusat harus jujur dengan jumlah data masyarakat yang sudah atau belum mendapatkan vaksin per-regional untuk mempermudah mengidentifikasi," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Penanganan COVID-19 Bali, I Made Rentin mengatakan, ada dua faktor sebab lonjakan. Pertama, dari Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) untuk berlibur dan bekerja, termasuk program yang dikomandoi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dengan menerapkan PNS dan BUMN bekerja dari Bali.
ADVERTISEMENT
"Kita ketahui ada kebijakan nasional, Work From Bali, yang mengarahkan seluruh kementerian, lembaga dan BUMN, melakukan aktivitas di Bali. Maka konsekuensi logisnya adalah sangat amat mungkin kasus positif ditemukan di Bali," katanya pada wartawan, Selasa (22/6).
Berdasarkan catatan kumparan, pekan pertama dan kedua pada Juni 2021, rata-rata penambahan harian kasus corona di Bali sebanyak 50 orang. Memasuki pekan ketiga meningkat menjadi 100 orang per hari.