Din Syamsuddin Minta Muhammadiyah Tolak Tawaran Ormas Kelola Tambang

5 Juni 2024 15:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Din Syamsudin. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Din Syamsudin. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Din Syamsuddin, meminta PP Muhammadiyah menolak tawaran Presiden Jokowi yang mempersilakan organisasi masyarakat keagamaan mengelola tambang batu bara. Dia menilai tawaran ini lebih banyak mudharat-nya.
ADVERTISEMENT
Ormas keagamaan bisa kelola tambang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pasal 83A ayat (1).
"Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil/Presiden Joko Widodo. Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa (problem maker), bukan bagian dari masalah (a part of the problem)," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (5/6).
Din menilai tawaran ini sangat terlambat dan terkesan memiliki motif mengambil hati ormas. Din bercerita saat dirinya diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban (yang sempat ditolak dua kali), dia minta agar Jokowi menanggulangi ketidakadilan ekonomi antara segelintir kelompok yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.
ADVERTISEMENT
Saat itu Jokowi menjawab permintaannya tidak mudah. Kepada Jokowi, Din bilang syarat tersebut mudah seandainya ada kehendak politik (political will).
Untuk memperkecil kesenjangan ekonomi, Din minta pemerintah melakukan aksi keberpihakan (affirmative actions) dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu. Juga, agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan.
Din Syamsudin menghadiri Aksi Bela Palestina di Monas, Jakarta, Minggu (5/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Hal demikian perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia. Itulah salah satu alasan mengapa saya mundur dari jabatan tersebut," ujarnya.
Kini, tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Walau tidak ada kata terlambat, dia menilai pemberian konsesi itu tidak dapat tidak mengandung masalah. Sejumlah potensi masalahnya adalah:
ADVERTISEMENT
a. Pemberian konsesi tambang batubara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu, dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yang dimiliki oleh Kelompok Segelintiran tadi. Luas diketahui satu perusahaan, seperti Sinarmas menguasai lahan (walau bukan semuanya batubara) seluas sekitar 5 juta hektar. Bahkan, Dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber Daya Alam Indonesia sungguh "dijarah secara serakah" oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.
b. Pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global (saya diminta mewakili Islam meletakkan petisi kepada Sekjen PBB agar pada 2050 tidak ada lagi energi fosil). Maka, besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara (sila bandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh para pengusaha).
ADVERTISEMENT
c. Pemberian tambang "secara cuma-cuma" kepada NU dan Muhammadiyah potensial membawa jebakan. Menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem IUP dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020. Sistem IUP ini tidak sesuai Konstitusi tidak menjamin bhw Perolehan Negara/APBN harus lebih besar dari Keuntungsn Bersih Penambang. Selain sistem IUP ini selama bertahun-tahun terbukti disalah gunakan oleh Oknum Pejabat Negara yang diberi wewenang mulai dari Bupati, Gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP untuk menjadikan Wewenang Pemberian IUP sebagai sumber korupsi. Jika Ormas Keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi.
ADVERTISEMENT
d. Pemberian konsesi tambang batubara kepada organisasi masyarakat dalam keadaan politik nasional yang kontroversial akibat Pemilu/Pilpres akan mudah dipahami sebagai upaya kooptasi, peredaman tuduhan ketidakadilan, dan di baliknya akan memuluskan jalan penguasaan ekonomi oleh pihak tertentu dan kaum kleptokrat di pemerintahan. Harapannya, NU dan Muhammadiyah bungkam terhadap kemungkaran di depan mata.
"Karena itu, yang perlu dilakukan pemerintah adalah aksi afirmatif, yakni dengan mempersilakan pengusaha besar maju, tapi rakyat kebanyakan diberdayakan (bukan diperdayakan)," ujarnya.