Direvisi, Kini Kontraktor Migas Bebas Pilih Skema Gross Split atau Cost Recovery

3 Agustus 2020 10:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas pengeboran migas. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas pengeboran migas. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri ESDM Arifin Tasrif resmi membebaskan kontraktor minyak dan gas di Indonesia untuk memilih skema kontrak bagi hasil (PSC) Gross Split atau Cost Recovery. Sebelumnya, sejak 2017, kontraktor yang mendapatkan kontrak baru atau perpanjangan kontrak wajib menggunakan skema Gross Split.
ADVERTISEMENT
Leluasanya kontraktor memilih skema bagi hasil ini tercermin dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang diteken Arifin pada Rabu (15/7). Permen ini berlaku mulai tanggal diundangkan.
"Perubahan ini untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi di bidang kegiatan usaha hulu migas," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulis, Senin (3/8).
Beberapa pasal yang diubah adalah Pasal 2 dan 4 yang mengatur mengenai bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Pemerintah juga menghapus ketentuan Pasal 24 yang mengatur mengenai pemberlakuan Kontrak Bagi Hasil Gross Split bagi pengelolaan terhadap wilayah kerja migas yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan tidak diperpanjang, serta wilayah kerja yang akan berakhir dan diperpanjang.
Menteri ESDM Arifin Tasrif di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (30/1). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Selain itu, Permen ini menghapus Pasal 25 huruf b, mengubah huruf d, dan menambahkan satu huruf yaitu e.
ADVERTISEMENT
Ketentuan Pasal 2 mengalami perubahan, sehingga Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Menteri (ESDM) menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama yang akan diberlakukan untuk suatu wilayah kerja dengan mempertimbangkan tingkat risiko, iklim investasi dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara.
Pasal 2 ayat 2 menyatakan, penetapan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama dapat menggunakan bentuk:
a. Kontrak Bagi Hasil Gross Split;
b. Kontrak Bagi Hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi, atau
c. Kontrak kerja sama lainnya.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 3, Menteri ESDM menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2, paling sedikit memuat persyaratan yaitu kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan, pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas dan modal dan risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor.
ADVERTISEMENT
"Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 2 huruf a, menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif," demikian bunyi Pasal 4.
Pasal 25 juga diubah sehingga menjadi:
a. Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan;
b. Dihapus;
c. Kontraktor yang kontrak kerja samanya telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja samanya menjadi Kontrak Bagi Hasil Gross Split;
d. Dalam hal Kontraktor mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, biaya operasi dapat diperhitungkan menjadi tambahan split bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1;
ADVERTISEMENT
e. Terhadap penunjukan PT Pertamina (Persero) atau afiliasinya sebagai pengelola wilayah kerja baru yang kontrak kerja samanya belum ditandatangani, Menteri menetapkan bentuk kontrak kerja samanya.
"Aturan ini juga menghapus Pasal 25A," ujar Agung.