Dirjen Perumahan PUPR Khawatir Data 12,7 Juta Backlog Rumah Jadi Alat Politik

25 Agustus 2023 12:22 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto (tengah) saat konferensi pers Hari Perumahan Nasional, di Kantor PUPR, Jakarta, Jumat (25/8/2023).  Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto (tengah) saat konferensi pers Hari Perumahan Nasional, di Kantor PUPR, Jakarta, Jumat (25/8/2023). Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, khawatir di tahun politik ini angka 12,7 juta backlog alias kesenjangan rumah terbangun dengan kebutuhan rumah, dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.
ADVERTISEMENT
"Ini karena masuk tahun politik saya enggak ingin dipolitisasi soal data, karena itu bagi kami, data akurat itu penting," kata Iwan saat konferensi pers Hari Perumahan Nasional, di Kantor PUPR, Jakarta, Jumat (25/8).
Saat ini Kementerian PUPR tengah mengkaji data 12,7 juta backlog tersebut, termasuk apakah backlog ini adalah bicara soal kepemilikan rumah atau kelayakan hunian yang bisa ditempati masyarakat Indonesia.
"Yang kita dorong bukan kepemilikannya tapi memastikan seluruh warga Indonesia bisa tinggal di hunian yang layak. Tidak harus memiliki, harus beli, tapi juga sistem sewa," ujarnya.
Iwan mencontohkan beberapa kasus yang semestinya bukan termasuk backlog, namun ada kemungkinan hal itu dihitung masuk dalam data 12,7 juta backlog. Misalnya, ada anak tunggal yang telah menempati rumah dari warisan orang tuanya, atau ada perempuan yang setelah menikah tinggal bersama di rumah suaminya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kalau backlog ini hanya dihitung dari jumlah kepemilikan rumah, akan sangat sulit memenuhi kebutuhan perumahan dengan penambahan 700-800 ribu keluarga baru setiap tahun. Sedangkan lahan pembangunan tidak sebanyak kebutuhan tersebut.
"Kalau backlog dipenuhi, coba bayangkan 12,7 juta ditambah (700-800 ribu keluarga baru) terus berkembang, rumah itu dibangun di mana. Tanah di bumi Indonesia pembangunan semua, sawah tertutup ini. Ini jangan sampai keliru menafsirkannya," tegasnya.
Ketika Kementerian PUPR telah mengkaji ulang data 12,7 juta backlog tersebut, akan didapatkan kebijakan yang tepat apakah nantinya pembangunan rumah tapak dihentikan untuk digeser menjadi pembangunan rumah susun.
"Makannya akurasi data ini jadi penting dan seberapa penting kepemilikan itu, apakah memang kepemilikan yang jadi data kunci," pungkas dia.
ADVERTISEMENT