Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Dirut BRI Sebut Perang Dagang hingga Suku Bunga The Fed Jadi Tantangan Tahun Ini
12 Februari 2025 13:42 WIB
·
waktu baca 3 menit![Direktur Utama BRI, Sunarso memaparkan kinerja keuangan BRI full year 2023, di Jakarta, Rabu (31/1). Foto: Dok. BRI](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01hnkx4qdhhdk8405jrvzzd82c.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI , Sunarso mengatakan ketidakpastian ekonomi global memang menjadi salah satu tantangan bisnis BRI pada 2025.
“Pertama mungkin adalah bahwa pemulihan pertumbuhan ekonomi global masih diliputi ketidakpastian. Kemudian kebijakan proteksi dan juga tarif yang dikenakan oleh Amerika terhadap China, Meksiko, dan Kanada,” tutur Sunarso dalam konferensi pers Paparan Kinerja BRI Triwulan 4 2024 secara virtual, Rabu (12/2).
Menurut dia perang dagang yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksi ini seharusnya diantisipasi oleh pemerintah. Agar Indonesia tidak menerima banjirnya produk impor di pasar domestik.
Sunarso melihat gempuran produk impor bisa menjadi cikal bakal melemahnya industri dan banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaan.
“Itu kita harus jaga dengan baik supaya kita di sini tidak kehilangan pekerjaan. Itu yang paling penting karena tugas kita yang utama adalah menciptakan lapangan kerja sebenarnya. Ini tantangan yang harus kita address,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Terlebih ekonomi global juga masih dibayangi kebijakan Federal Reserve yang cenderung hawkish dan akan menjadi tantangan pertumbuhan ekonomi domestik. Sementara Indonesia saat ini tidak bisa berharap banyak tentang penurunan suku bunga oleh The Fed.
Hal ini nantinya akan berdampak pada melemahnya nilai tukar berbagai mata uang negara termasuk rupiah.
“Kemudian nanti juga perang dagang ini akan berdampak juga terhadap masalah foreign exchange, dan pasti responsnya yang paling instan adalah naikkan suku bunga. Dan itu artinya akan ada tantangan di likuiditas,” jelasnya.
Dari dalam negeri, menurut dia tantangan 2025 adalah turunnya inflasi signifikan di Januari yang dapat menekan daya beli dan juga konsumsi masyarakat. Penurunan daya beli ini berdampak buruk terhadap UMKM.
ADVERTISEMENT
“Karena driver utama untuk loan demand ataupun loan growth terutama di UMKM ini adalah dua hal ini, yaitu purchasing power, daya beli masyarakat dan juga household consumption, konsumsi rumah tangga,” jelasnya.
Pada akhirnya selain menghadapi tantangan untuk bertumbuh, perbankan harus menghadapi tantangan likuiditas. Sebab penurunan permintaan terhadap UMKM juga akan permintaan UMKM terhadap kredit turut menurun.
Lebih lanjut Sunarso menjelaskan, untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, BRI telah cukup hati-hati, dengan menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 7-9 persen dengan Net Interest Margin (NIM) yang dijaga di kisaran 7,3-7,7 persen.
“Dan kemudian kita harus jaga-jaga dengan guidance tentang Cost of Credit (CoC) sekitar 3 sampai 3,2 persen. Kalau bisa lebih rendah dari itu akan lebih baik. Tapi untuk prudential saya pikir kita masih menganggarkan bahwa cost of credit berada di kisaran 3 sampai 3,2 persen,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga dilakukan untuk non-performing loan (NPL) terutama di UMKM. Dia berharap bisa terus menjaga NPL di bawah 3 persen.
“Jadi kita sudah kerja dengan lebih produktif, menggunakan instrumen-instrumen digital dan lain-lain. Operational cost kita kita tekan, kemudian produktivitas kita kita naikkan. Maka kita berharap cost to income ratio kita berada di kisaran 42-44 persen,” terangnya.