Dirut BTN Haru Koesmahargyo: Mau Punya Rumah? Niat Aja Dulu!

30 September 2022 10:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Memiliki rumah pribadi menjadi cita-cita kebanyakan masyarakat saat ini. Namun, harga rumah yang terus merangkak naik, bahkan kenaikannya melebihi laju inflasi, dinilai menjadi hal yang mutahil bagi sebagian milenial saat ini untuk memiliki rumah.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Haru Koesmahargyo mengatakan bahwa niat menjadi kunci utama masyarakat yang ingin memiliki rumah.
"Pertama ya tentu niat dulu ya, pasti. Niat itu bisa tumbuh kalau kita punya believe. Believe it or not, ya rumah itu makin mahal. Enggak pernah ada ceritanya rumah itu harganya turun, kayaknya jarang sekali terlihat, kecuali dia overprice dulu," kata Haru dalam Program The CEO kumparan, Jumat (30/9).
Ia memahami, dalam situasi global yang penuh tantangan ini, rumah menjadi kebutuhan dasar yang sulit didapatkan. Namun jika tidak direncanakan secara matang dari saat ini, memiliki rumah hanya akan menjadi angan-angan.
"Dan kenyataannya, suplai terhadap rumah dengan rumah lokasi dan ukuran yang sama, itu makin lama makin sulit didapat. Oleh karena itu time value itu sangat matters, if you want to think about to buy home. Do it now, soon as possible," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana dengan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau karyawan yang hanya memiliki gaji pas-pasan bisa membeli rumah?
Menurut Haru, yang juga bankir senior ini, mempercayai pepatah lama, yakni di mana ada niat, di situ ada jalan. Membeli rumah harus disesuaikan dengan kemampuan finansial seseorang.
Untuk golongan masyarakat kelas atas, hal ini tentu tak perlu lagi memerlukan bantuan pembiayaan dari pemerintah. Artinya, golongan ini bisa memiliki rumah dengan skema kredit pemilikan rumah (KPR) komersial, yang suku bunganya variasi, mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia.
Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sementara untuk golongan MBR, yang memiliki gaji individu maksimal Rp 6 juta atau penggabungan gaji suami dan istri dalam rumah tangga Rp 8 juta, pemerintah membantu pembiayaannya melalui KPR subsidi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk golongan menengah, pemerintah dan perbankan membantu masyarakat kelas menengah ini dengan berbagai skema. Mulai dari skema kerja sama melalui BPJS Ketenagakerjaan, Tapera, hingga penawaran rumah karyawan oleh perusahaan.
Haru menjelaskan, BTN yang memang fokus pada sektor perumahan ini, memiliki peran penting agar masyarakat memiliki rumah. Masyarakat juga bisa memilih, jika ingin memiliki rumah yang lokasinya strategis atau dekat dengan ibu kota, konsep yang populer saat ini adalah transit oriented development (TOD) alias rumah susun. Sementara jika memilih rumah tapak yang lebih luas dan harganya masih terjangkau, lokasinya memang jauh dari pusat kota.
"Nah ini pilihan ya. Mau punya rumah tapi jauh, memang lebih murah tapi transportasi mahal," kata Haru.
ADVERTISEMENT
Menurut Haru, hal tersulit dalam sektor perumahan saat ini bukanlah soal pembiayaan, melainkan demand atau permintaan. Untuk menciptakan needs atau kebutuhan menjadi permintaan, dibutuhkan sebuah upaya.
Berdasarkan data Susenas BPS, pada tahun 2015 ada 11,4 juta rumah tangga yang belum menempati rumah milik sendiri. Angka ini kemudian meningkat di 2022 yang mencapai 12,75 juta rumah tangga.
"Pasti kalau ditanya, perlu enggak rumah? Perlu. Tapi apakah sampai demand untuk memiliki rumah? Bahkan ambil KPR saja mungkin belum mampu masyarakat kita. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini kalau mau memikirkan masalah yang rumah MBR, pemerintah perlu untuk menangani tersebut caranya adalah memberikan fasilitas likuiditas kepada bank, supaya mereka bisa mengakses kredit dengan murah dan jangka panjang," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sejak awal tahun ini hingga semester I 2022, BTN telah menyalurkan KPR subsidi sebanyak 74.692 unit, dengan nilai sebesar Rp 10,88 triliun. Angka ini bahkan lebih tinggi jika dibandingkan semester I 2021 yang hanya 65.380 unit atau senilai Rp 9,47 triliun.
Jika diakumulasikan sejak 1976 hingga pertengahan tahun ini, BTN telah menyalurkan KPR hampir 5 juta unit. Dari jumlah tersebut, 3,9 juta unit di antaranya merupakan KPR subsidi, dengan nilai penyaluran sebesar Rp 209,7 triliun. Dengan pencapaian tersebut, BTN menguasai pangsa pasar KPR subsidi hingga 84,5 persen.