Dirut Garuda Bantah Tiket Pesawat Domestik Mahal: Mau Dibandingin Sama Apa?

20 Mei 2024 21:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GIIA), Irfan Setiaputra, membantah kabar terkait mahalnya harga tiket pesawat domestik. Ia mengeklaim harga tiket pesawat Garuda Indonesia tidak berubah selama lima tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Irfan membandingkan harga tiket pesawat domestik dengan kereta api. Ia menyebut tiket kereta business class Jakarta-Surabaya jauh lebih mahal ketimbang harga tiket pesawat.
"Kata siapa? (harga tiket pesawat domestik) murah. Mahal itu kualitatif, mau dibandingin sama apa? Pernah naik kereta ke Surabaya business class? Tahu enggak harganya berapa? Rp 10 juta," kata Irfan kepada wartawan di Kompleks Parlemen RI, Senin (20/5).
"Buat teman-teman yang mempertanyakan kenapa harga tiket Garuda Indonesia mahal? Silahkan naik Citilink," imbuhnya.
Di sisi lain, Irfan mengusulkan agar peraturan tarif batas atas atau TBA tiket pesawat dinaikkan. Penyesuaian ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor produksi penerbangan yang sudah berubah.
"Harga avtur naik, nilai tukar saat ini berbeda dengan lima tahun lalu, dan gaji tenaga kerja harus naik. Jadi, saya pikir wajar kalau TBA tiket pesawat naik," tutur Irfan.
Direktur Transportasi Kedeputian Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti, Jumat (17/5/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Sebelumnya, Direktur Transportasi Kedeputian Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti, mengeluhkan tarif tiket pesawat penerbangan domestik yang masih mahal, terutama di kawasan Indonesia Timur.
ADVERTISEMENT
Tarif penerbangan domestik yang mahal tersebut menjadi salah satu isu strategis di sektor transportasi yang disoroti Bappenas, imbas belum optimalnya konektivitas backbone antar pulau.
Beberapa isu tersebut yakni lebih dari 50 persen bandara di Indonesia belum memenuhi standar teknis dan layanan. Kemudian, on time performance penerbangan domestik jauh di bawah negara lain di dunia.
Isu lainnya tarif penerbangan domestik, yang menurut Virgi, sangat tidak masuk akal. Dia pun menjelaskan pengalamannya sendiri ketika memesan tiket penerbangan ke Singapura lebih murah daripada ke Makassar.
"Bisa dibilang saya ini termasuk korban, mau ke Singapura lebih murah daripada mau ke Makassar. Sama anak-anak kalau mau jalan-jalan, jadinya ya sudah mendingan keluar gitu daripada misalnya ke Bali," ujarnya saat Forum Diskusi Sektor Transportasi MTI, Jumat (17/5).
ADVERTISEMENT
"Ya, ibu-ibu nih, emak-emak, biasa mikirin kalau pergi ke mana. Nah, memang itu yang terjadi. Dari Singapura ke Thailand lebih murah daripada ke Makassar, Bali, dan daerah sebagainya," tambahnya.
Berdasarkan pantauan kumparan di Online Travel Agency (OTA) Traveloka, pada rute penerbangan Jakarta-Singapura, tarif paling murah dengan maskapai Batik Air senilai Rp 1.020.500. Namun dengan maskapai yang sama, harga tiket pesawat rute Jakarta-Bali menyentuh Rp 1.509.100.
Sedangkan untuk Jakarta-Medan, harga tiket pesawat mencapai Rp 1.814.000. Tarif tiket pesawat lebih mahal yaitu rute Jakarta-Makassar seharga Rp 1.939.600.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai banyak komponen yang mempengaruhi harga tiket pesawat mahal. Tarif tiket pesawat domestik juga terpengaruh nilai tukar rupiah.
“Penerbangan domestik ini biayanya banyak biaya yang dalam US dolar, tapi penghasilannya rupiah. Ini beda kalau yang internasional. Tiket dijual dengan harga dolar juga, jadi lebih ringan,” ujar Alvin saat dihubungi kumparan, Sabtu (18/5).
ADVERTISEMENT
Dengan aturan TBA, maskapai tidak bisa menjual dengan harga lebih tinggi karena sudah dipatok oleh pemerintah. Sehingga ketika penumpang sepi, sumber daya keuangan untuk subsidi silang terbatas sehingga maskapai tidak bisa menjual tarif tiket lebih murah lagi.
“Permasalahan yang harus ada solusinya dan itu kuncinya ada di Kementerian Perhubungan. Komponen biaya yang besar dalam operasi penerbangan. Unsur tunggal yang terbesar adalah bahan bakar avtur,” terang Alvin.
Alvin juga mencermati jumlah kapasitas penumpang jadi alternatif harga tiket pesawat turun. Saat ini tingkat keterisian rata-rata masih 62,82 persen.
“Biaya pengeluaran tetap sama kan mau itu terisi 100 persen maupun 62,8 persen, biayanya sama. Nah ini yang membuat biaya atau harga tiket per kursinya ini menjadi mahal. Jadi kita ini bukan kekurangan pesawat kita, ini kekurangan penumpang,” tutur Alvin.
ADVERTISEMENT