Dirut Pertamina Duga Solar Subsidi Bocor ke Industri Sawit dan Tambang

28 Maret 2022 19:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bersiap mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bersiap mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyebutkan stok BBM solar subsidi dalam kondisi aman, karena selalu terpantau dalam sistem digital Pertamina. Kelangkaan pasokan yang membuat membludaknya antrean diduga karena distribusi tidak tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Nicke mengungkapkan, penjualan solar subsidi saat ini terjadi kenaikan hingga 93 persen dari total penjualan solar. Sementara yang nonsubsidi hanya 7 persen saja. Hal ini patut dicurigai adanya penyelewengan distribusi.
"Kita lihat antrean itu kelihatannya justru dari industri-industri besar seperti sawit dan pertambangan, ini harus ditertibkan. Harusnya subsidi tidak meng-cover tambang dan sawit. Ada aturannya dalam Perpres," ujarnya saat Rapat dengan Komisi VI DPR, Senin (28/3).
Anomali tersebut, kata Nicke, juga terlihat dari melonjaknya penjualan solar subsidi, sementara non subsidi malah turun di saat kegiatan perindustrian mulai pulih sehingga perlu ada penjelasan lebih lanjut di lapangan.
Sejumlah truk diparkir saat menunggu pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang habis. Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Dia melanjutkan, Pertamina selalu siaga untuk turun ke lapangan memastikan adanya kelangkaan solar subsidi. Contohnya, ketika kasus di Bogor terjadi antrean solar yang membeludak, ternyata tidak ada antrean di sana dan foto yang viral pun ternyata bukan di SPBU tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dengan digitalisasi sebenarnya kita memantau stok, stok solar itu aman, kalau ada kelangkaan kita ke situ apakah ada kelangkaan supply stok atau peningkatan demand," tegas Nicke.
Saat ini, Nicke menuturkan ada peningkatan permintaan untuk solar sebesar 10 persen akibat pemulihan ekonomi, di sisi lain, pasokan solar menurun sebesar 5 persen. Dia pun menyarankan adanya penyesuaian kuota subsidi solar.
"Gap ini menyebabkan terjadi masalah di supply, demand naik 10 persen, supply kuota turun 5 persen. Nanti kami mohon dukungan jika solar subsidi ini bisa meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi, kuotanya perlu disesuaikan," kata dia.
Adapun kuota subsidi solar di tahun ini targetnya adalah 14,9 juta kiloliter termasuk untuk industri. Namun, Nicke memprediksi kuotanya akan naik 14 persen menjadi 16 juta kiloliter.
ADVERTISEMENT
"Kita memahami sekarang industri tumbuh, maka kita supply walaupun sekarang ada over kuota, kita per bulan ada kuota, over kuota sudah 10 persen sampai Februari 2022, hampir seluruh daerah kecuali Maluku dan Papua," tuturnya.
Selain itu, masalah pasokan solar juga terjadi karena adanya disparitas harga antara solar subsidi dengan non subsidi hingga Rp 7.800 per liter. Hal ini pun mendorong industri-industri besar malah memakai solar subsidi.
"Mendorong shifting ada yang tidak tepat sasaran, kemudian kita gandeng APH untuk pengendalian dan monitoring di lapangan, agar sesuai. Secara volume diturunkan, namun gap harga makin tinggi," jelas Nicke.
Infografik Dasar Kenaikan Harga BBM Pertamax. Foto: kumparan