DJBC Bakal Ajak Pengusaha Duduk Bersama Bahas Cukai Minuman Berpemanis

25 Februari 2025 20:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media Briefing di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Selasa (25/2/2025).  Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Media Briefing di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memastikan akan mengajak pelaku industri untuk berdiskusi terkait kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Hal ini dilakukan agar kebijakan yang diterapkan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan industri secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto, menjelaskan penerapan cukai MBDK telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2025. Namun, implementasinya harus memperhitungkan berbagai aspek ekonomi.
"Tentunya masalah penerapan segala macam itu tentunya akan bicara dengan situasi ekonomi yang terjadi. Pertimbangannya banyak. Sama kayak rokok kemarin juga kenapa tarifnya tidak naik, hanya instrumen (harga jual eceran) HJE-nya yang dinaikkan. Itu banyak pertimbangan. Tidak semata-mata target penerimaan. Harus bicara kondisi perekonomian terupdate seperti apa," kata Nirwala dalam media briefing di Kantor Pusat Bea Cukai, Selasa (25/2).
Menurutnya, aspek daya beli masyarakat dan kondisi industri minuman serta makanan menjadi faktor utama yang diperhatikan sebelum kebijakan ini diterapkan. Salah satunya daya beli masyarakat.
Ilustrasi minuman energi dalam kemasan kaleng Foto: dok. Irish Examiner
"Jadi memang pertimbangan ekonomi banyak ya. Misalnya termasuk daya beli masyarakat, kemudian keadaan industri minuman dan makanan itu sendiri," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Terkait cukai MBDK, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan. Bukan semata-mata untuk meningkatkan penerimaan negara.
"Yang di MBDK itu apa sih yang dikendalikan? Konsumsi gula tambahan. Konsumsi, sekali lagi, konsumsi gula tambahan. Ya. Itu yang jadi masalah. Namun karena memungutnya, misalnya kalau dengan fiskal yang dengan cukai, berarti kan dengan memungut uang di situ. Makanya selain regulerend, akan juga dapat di budgeter. Ya, kalau pertimbangan semata-mata untuk cari uang juga enggak. Cukai tidak," tegas Nirwala.
Ia mencontohkan perbedaan penerimaan cukai antara rokok dan etil alkohol sebagai bukti kebijakan cukai lebih berorientasi pada aspek kesehatan dibandingkan penerimaan negara.
"Kalau Anda tanya rokok, bener itu sampai Rp 220 triliun. Tapi bagaimana dengan EA, etil alkohol? Setahun hanya Rp 500 miliar. Itu bukti kalau cukai itu enggak semata-mata untuk cari duit. Ya, lebih ke arah kesehatan," paparnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, penerapan kebijakan ini tetap akan memperhatikan kesiapan industri. Pemerintah akan menggelar pertemuan dengan pelaku industri.
Ketika ditanya mengenai waktu pertemuan dengan pelaku industri, ia belum dapat memastikan jadwal pastinya. Namun, pertemuan akan dilakukan di semester I 2025. "Kalau dari waktunya, kami sampai saat ini juga belum. Ya (semester I 2025),” pungkasnya.