DJP Siap Sanksi Wajib Pajak yang Ogah Bawa Pulang Harta Usai Tax Amnesty

4 Oktober 2022 17:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) siap berikan sanksi bagi para wajib pajak yang enggan membawa pulang hartanya ke Indonesia, usai mengikuti Tax Amnesty Jilid II.
ADVERTISEMENT
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Aim Nursalim Saleh menyebut sebanyak 2.422 wajib pajak yang mengikuti Tax Amnesty Jilid II berkomitmen untuk melakukan repatriasi.
“Akhir 30 September 2022 ini batas akhir penyampaian repatriasi wajib pajak. Kami sudah mendata terdapat sebanyak 2.422 wajib pajak yang mencontreng untuk mengikuti repatriasi,” kata Aim di Kantor Pusat DJP, Selasa (4/10).
Aim menjelaskan, pihaknya sudah mengirimkan email blast untuk mengingatkan wajib pajak, supaya segera mengirimkan bukti telah merepatriasi harta di luar negeri. Bukti yang dimaksud DJP berupa bukti terima di bank dalam negeri.
Adapun berdasarkan data DJP, terdapat harta senilai Rp 16 triliun yang harus dipulangkan ke Indonesia. Harta yang dimaksud terdiri atas harta Rp 13,7 triliun yang direpatriasi, tetapi tidak diinvestasikan, dan harta senilai Rp 2,36 triliun yang direpatriasi dan diinvestasikan.
ADVERTISEMENT
Wajib pajak yang belum melakukan repatriasi harta di luar negeri sampai waktu yang ditentukan, diwajibkan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebelum memberikan sanksi, DJP akan menerbitkan surat teguran terlebih dahulu terhadap wajib pajak yang gagal melakukan repatriasi. Ketika menerima surat teguran, wajib pajak diharapkan menyampaikan klarifikasi atau menyetorkan PPh final tambahan atas harta yang gagal direpatriasi.
Jika tidak dipenuhi, DJP akan menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) terhadap wajib pajak.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, pemerintah membutuhkan data dari pihak perbankan guna mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam melakukan repatriasi harta.
"Kami harus mencari informasi yang sebanding dari perbankan yang menerima repatriasi peserta PPS. Kalau cash kan tidak ditenteng, pasti lewat bank," tandasnya.
ADVERTISEMENT