DMO Sawit 20 Persen Dinilai Terlalu Kecil Untuk Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri

29 Januari 2022 19:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi lahan kelapa sawit. Foto: Bloomberg Creative/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lahan kelapa sawit. Foto: Bloomberg Creative/Getty Images
ADVERTISEMENT
Kebijakan pemenuhan produksi dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) kelapa sawit ditetapkan dengan porsi kewajiban 20 persen. Hal tersebut harus dipenuhi produsen sawit untuk menciptakan stabilitas harga minyak goreng di tingkat konsumen.
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menjelaskan kebijakan tersebut patut diapresiasi walaupun cenderung terlambat. Namun, dia menilai persentase aturan DMO tersebut masih sangat kecil.
"Meskipun kebijakan DMO sudah tepat namun porsi kewajiban pemasok CPO (crude palm oil) maupun minyak goreng di dalam negeri sebaiknya dinaikkan menjadi 25-35 persen dalam kondisi tertentu misalnya persiapan menghadapi Ramadhan dan Lebaran di mana permintaan minyak goreng biasanya tinggi," jelas Bhima saat dihubungi kumparan, Sabtu (29/1).
Selain itu, dia menuturkan, dengan keberadaan DMO juga pemerintah diminta harus bisa lebih tegas untuk menegakkan aturan HET (Harga Eceran Tertinggi) Minyak Goreng sehingga disparitas harga bisa teratasi.
"Kalau perlu tegas saja cabut perizinan usaha distributor yang tidak mematuhi HET. Atau jika masyarakat menemukan penjual minyak goreng di atas HET agar melaporkan ke pihak berwajib," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad. Dia menuturkan, tidak ada banyak perubahan dari sisi volume ekspor CPO sejak tahun 2011, hanya saja nilai ekspornya memang jauh meningkat karena harga komoditas ini semakin tinggi di pasar internasional.
Dia menuturkan, kewajiban pemenuhan produksi CPO maupun olein di dalam negeri sebesar 20 persen saat ini tidak ada bedanya dengan kebutuhan yang sudah ada selama ini, baik untuk industri maupun rumah tangga.
"Volume 20 persen, itu sebenarnya sama dengan apa yang terjadi saat ini, untuk kebutuhan industri minyak goreng dan olein itu kebutuhannya sekitar 11 juta ton dari total produksi CPO kita sekitar 53 juta ton. Sama, 20 persen itu sama dengan kebutuhan domestik ini," tuturnya.
Ilustrasi kebun sawit. Foto: Shutter Stock

Kebijakan DPO Sawit Bisa Meningkatkan Kemungkinan Ekspor CPO Ilegal

Tauhid pun menuturkan, salah satu hal yang perlu dikhawatirkan dengan adanya kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) adalah meningkatnya kemungkinan para produsen kelapa sawit melakukan ekspor gelap atau ilegal.
ADVERTISEMENT
Adapun kebijakan DPO yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per liter untuk olein. Harga tersebut tentu saja sangat jauh dari harga internasional, kata Tauhid, yang menimbulkan adanya disparitas harga.
"Sementara di internasional harga jauh lebih tinggi, itu yang saya kira itu membuat semakin banyak pelaku usaha tidak akan menjual ke domestik tetapi ke luar, peluangnya nanti ada upaya-upaya untuk produk (kelapa sawit) kita masuk ke pasar internasional secara gelap, ini yang dikhawatirkan," jelas Tauhid.
"Kalau dalam catatan resmi kinerja ekspor pasti menurun volumenya, tapi kami khawatir adanya disparitas harga di domestik dengan luar terlalu jauh, akhirnya melalui diekspor secara gelap," ujarnya.