Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan jika dibandingkan dengan akhir 2022, dolar cenderung melemah sekitar 0,4 persen ke level 103,08. Sementara secara keseluruhan pada 2022, kinerja dolar AS terhadap mata uang utama cenderung menguat sekitar 8,2 persen.
"Tren dolar AS yang berbalik melemah pada awal tahun 2023 ini dipengaruhi oleh ekspektasi pelaku pasar bahwa inflasi AS terus melanjutkan tren penurunan," kata Josua kepada kumparan, Kamis (12/1).
Menurut Josua, hal tersebut berdampak pada ekspektasi kenaikan suku bunga AS pada 2023 yang lebih terbatas sekitar 50 basis poin (bps) hingga 75 bps dibandingkan dengan kenaikan suku bunga the Fed sekitar 4,25 persen sepanjang tahun 2022 yang lalu.
Lebih lanjut, Josua mengatakan pelemahan dolar AS juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah China yang mulai melonggarkan kebijakan zero COVID-19 yang berimplikasi pada sentimen positif bagi mata uang Asia. Mengingat, sebagian besar negara Asia termasuk Indonesia cukup bergantung terhadap kinerja perekonomian China.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, penguatan rupiah juga ditopang oleh pengumuman dari pemerintah terkait kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). "Nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada di rentang Rp 15.300 sampai Rp 15.400 dalam jangka pendek ini," ujar Josua.
Dihubungi terpisah, Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, mengaku masih belum bisa memastikan mengenai tren pelemahan dolar. Sebab, dunia tengah diselimuti oleh ketidakpastian.
"Masih akan banyak ketidakpastian, meski saat ini dolar indeks dalam tren pelemahan. Sehingga mata uang beberapa negara menguat," ungkap Faisal.
Di sisi lain, kata Faisal, capital flow ke bond market Indonesia tercatat inflow. Namun capital flow ke stock market tercatat outflow. Faisal menekankan, risiko turunnya harga komoditas sangat tinggi.
"Jadi masih banyak ketidakpastian terkait arah USD meskipun memang cenderung sedang melemah," tutur Faisal.
ADVERTISEMENT