Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Dorong Ekonomi 8 Persen, Kemenperin Genjot Hilirisasi Industri Petrokimia & Gas
23 Februari 2025 7:59 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen. Kementerian Perindustrian (Kemenperin ) mendorong hilirisasi di industri petrokimia dan gas agar target tersebut bisa tercapai.
ADVERTISEMENT
Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengatakan, sektor petrokimia dan gas memberikan multiplier efek yang sangat besar terhadap sektor ekonomi lainnya.
"Sektor Industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) harus memompa tambahan kontribusi PDB sebesar Rp 39,77 triliun dengan skenario porsi sektor industri terhadap PDB nasional sebesar 18,9 persen. Dan jika target skenario industri berkontribusi sebesar 21,9 persen dari PDB Nasional maka sektor IKFT harus memompa tambahan sumbangan Rp 46,09 triliun," ujar Taufiek dalam keterangan tertulis, Minggu (23/2).
Menurut dia, kalkulasi teknokratik ini diambil dari perhitungan baseline PDB harga konstan tahun 2024 sebesar Rp 12.920 triliun. Dengan peningkatan 8 persen diperlukan sekitar Rp 1.033 triliun yang akan memperkokoh PDB nasional ke angka Rp 13.953 triliun.
ADVERTISEMENT
"Artinya dengan dua skenario di atas kontribusi secara keseluruhan sektor industri nasional harus menambah porsi angkanya masing masing Rp 195 triliun di mana share industri 18,9 persen dan Rp 226 triliun jika secara nasional industri mempunyai share 21,9 persen," sambung Taufiek
Dari sektor IKFT dalam skenario pertama, industri kimia, barang kimia dan farmasi khususnya peran Petrokimia dan Gas harus memberikan tambahan nilai minimal Rp 18,37 triliun hingga Rp 21,28 triliun. Adapun pada tahun 2024 subsektor IKFT berkontribusi sebesar Rp 555, 4 triliun.
Menurut Taufiek, pemerintah dapat melakukan integrasi kebijakan nasional yang pro industri dari sisi pengendalian impor, kemudahan investasi di hulu, intermediate dan hilir serta kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang kompetitif dan suplainya konsisten tanpa kekurangan bahan baku.
ADVERTISEMENT
Taufiek menambahkan Secara nasional kapasitas produk olefin dan turunannya sebanyak 9,7 juta ton, Produk Aromatik dan turunannya sebanyak 4,6 juta ton serta produk C1 (metanol) dan turunannya sebanyak 980.000 Ton. Seharusnya kemampuan nasional ini mampu melayani kebutuhan nasional namun faktanya utilisasinya masih belum maksimal dan secara nasional impor produk produk petrokimia ini di tahun 2023 mencapai USD 9,5 miliar.
Taufiek mencontohkan produk LLDPE, kapasitas nasional 700,000 ton, konsumsi nasional 656.150 ton namun impornya 280.385 ton dan yang disuplai dari dalam negeri sebanyak 375.765. Bukan hanya itu, PP Homopolymer kapasitas nasional sebesar 935.200 ton, impornya 775.662 ton dan suplai dari dalam negeri 718.000 ton saat ini sudah ada tambahan investasi baru untuk produk ini.
ADVERTISEMENT
PP Copolymer memiliki kemampuan nasional 368.000 ton, namun impornya 381.348 ton, sementara yang disuplai dari dalam negeri hanya 53.239 ton atau utilisasinya hanya 15 persen. Begitu juga produk PET yang utilisasinya hanya 41 persen.
Untuk itu, Kemenperin meminta produk-produk yang sudah mampu dihasilkan di dalam negeri dan utilisasinya rendah dapat diberlakukan kuota impor hanya persetujuan PI dan LS saja, tanpa pertimbangan teknis minimal 40 persen bisa menambah utilisasi saat ini.
"Di sinilah pentingnya instrumen kebijakan integratif dari Kementerian terkait untuk mendorong kemampuan produksi nasional sekaligus memberikan confidence bagi investor yang sudah membangun fasilitas produksinya di Indonesia," katanya.
Sementara itu, peluang investasi di sektor petrokimia dan gas dinilai masih sangat besar. Sebagai contoh, metanol memiliki kebutuhan nasional sebanyak 1,6 juta ton, sementara yang mampu diproduksi hanya 721.424 ton.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah membuat turunan produk dan nilai tambahnya beserta suplai dan demand di dalam negeri," imbuh Taufiek.
Disisi lain dalam mendukung swasembada pangan, dukungan Kemenperin terhadap industri pupuk sangat kuat. Secara nasional pupuk jenis urea utilisasi industrinya mencapai 8.875 KTA. Secara nasional mampu menyuplai sebanyak 7.897 KTA, bahkan kata Taufiek, pupuk urea ini bisa diekspor sebanyak 1.376 KTA dan hanya sedikit yang di impor hanya 75 KTA.
Begitu juga pupuk jenis NPK dengan kapasitas nasional sebanyak 8.897 KTA mampu menutup semua kebutuhan nasional sebanyak 3.481 KTA. Namun demikian, bahan baku seperti Fosfat Alam dan Kalium masih perlu di datangkan dari luar negeri untuk menopang pupuk jenis NPK.
"Pastinya dunia riset di-chalange pengganti unsur ini dengan efikasi yang sama untuk tanaman menjadi upaya ketahanan pupuk terutama bahan baku yang ada di dalam negeri kualitas dan manfaat yang sejenis," jelas Taufiek
ADVERTISEMENT
Menurut Taufiek ke depan semua stakeholder universitas dan pusat penelitian khususnya fokus riset harus sejalan dengan kebutuhan industri, minimal meneliti produk yang ada di pohon industri sehingga dukungan riset dan inovasi di sektor petrokimia menjadi nyata dan pembiayaan tentu akan mengikuti kebutuhan pasar nasional yang besar, secara teknis capable, secara ekonomi feasible dan komersialisasi di industri acceptable.
"Selain itu, tentunya adanya tren dunia ke Biochemical, Bio gas dan kimia berbasis sumber daya alam hayati dan hewani menjadi perhatian kita semua sebagai bangsa Dengan demikian, target nasional dapat tercapai dengan kebijakan semua stakeholder yang berpihak terhadap industri petrokimia," jelasnya.