Dosen UGM Tanggapi Faisal Basri soal PLN Terancam Bangkrut Bulan September

28 Juli 2020 14:11 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat ekonomi, Faisal Basri. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat ekonomi, Faisal Basri. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
PT PLN (Persero) disebut-sebut terancam bangkrut pada September 2020. Hal itu dikemukakan oleh ekonom senior Faisal Basri. Kolaps disebut Faisal Basri bisa terjadi karena PLN memiliki utang yang besar, mencapai lebih dari Rp 500 triliun. Utang tersebut berasal dari kebiasaan perusahaan mencari pinjaman Rp 100 triliun selama lima tahun.
ADVERTISEMENT
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga mantan rekan Faisal Basri di Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi, angkat bicara memberi tanggapan. Ia menilai, pernyataan Faisal tersebut kurang tepat.
"Agak berlebihan jika PLN akan bangkrut disebabkan oleh jumlah utang selama 5 tahun terakhir ini," ujar Fahmy dalam keterangannya kepada kumparan, Senin (28/7).
Kantor Pusat PLN. Foto: PLN
Menurut Fahmy, pemerintah pasti akan melakukan berbagai upaya untuk mencegah PLN bangkrut, termasuk segera mencairkan dana kompensasi dalam waktu dekat ini. Sebab, PLN adalah satu-satunya penjual setrum di negeri ini.
"Hanya saja realisasi pencairan dana kompensasi dan PMN (Penyertaan Modal Negara) butuh proses administrasi birokrasi dan persetujuan DPR. Kalau proses itu berjalan lancar, pada Agustus 2020 mestinya sudah bisa dicairkan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia kemudian menjelaskan, utang besar tak bisa dihindari PLN lantaran investasi untuk membiayai proyek-proyek ketenagalistrikan membutuhkan investasi dalam jumlah besar, yang tidak tercukupi dari dana sumber internal.
"Selama ini, sumber dana yang digunakan PLN memang lebih banyak sumber dana utang, utamanya dari global bond. Dana utang tersebut digunakan untuk membangun pembangkit listrik, jaringan distribusi dan transmisi. Dalam laporan keuangan PLN kuartal I/2020 total utang PLN sudah mencapai Rp 694,79 triliun. Utang itu terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp 537 triliun dan utang jangka pendek Rp 157,79 triliun," paparnya.
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi. Foto: Dok. Istimewa
Penggunaan utang untuk membangun infrastruktur sesungguhnya di samping meningkatkan jumlah utang, dalam waktu hampir bersamaan juga meningkatkan asset perusahaan. Hanya dalam struktur keuangan PLN, besaran utang yang lebih besar dibanding modal sendiri, secara teoritis menunjukkan secara finansial kurang sehat dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Fahmy, proporsi utang jangka panjang yang lebih besar ketimbang utang jangka pendek menunjukkan bahwa keuangan PLN masih diketegorikan sehat dinilai dari indikator likuiditas, termasuk kemampuan membiayai biaya operasi dan membayar utang.
"Tidak mengherankan kalau PLN masih sangat dipercaya, baik oleh perbankan nasional, maupun pasar uang international. Perbankan nasional pasti tetap menggunakan kriteria terukur sesuai dengan prinsip prudential perbankan dalam mengucurkan pinjaman kepada PLN. Keberhasilan PLN menerbitkan Global Bond untuk kesekian kalinya juga membuktikan bahwa investor global mempercayai pengelolaan keuangan PLN," tutupnya.